Aliran
rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perennialisme, yaitu
hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Walaupun demikian, prinsip yang
dimiliki aliran rekonstruksionisme tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang
perennialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan
yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan.
Aliran perennialisme memilih cara sendiri, yakni dengan kembali ke alam
kebudayaan lama atau dikenal dengan “regressive road to culture” yang
mereka anggap paling ideal. Sementara itu aliran rekonstruksionisme menempuh
dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai
tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk mencapai
tujuan itu, rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan semua orang
mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu
tatanan baru pada seluruh lingkungannya. Maka melalui lembaga dan proses
pendidikan, rekonsruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan membangun
tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru.
Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual
dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang
tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan yang akan
datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini
memiliki potensi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang
diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai
oleh golongan tertentu. Cita-cita demokrasi yang sungguh bukan hanya sekedar
teori tetapi harus menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia
dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan,
kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna
kulit, keturunan, nasionalisme dan agama (kepercayaan).
B. Teori
pendidikan rekonstruksionisme
1. Pendidikan
harus dilaksanakan disini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai- nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan–kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern. sekarang
peradaban menghadapi kemungkinan penghancuran diri. Pendidikan harus
meseponsori perubahan yang benar dalam nurani manusia.oleh karena itu, kekuatan
tehnologi yang sangat kuat harus dimamfaatkan untuk membangun ummat manusia
,bukan untuk menghancurkannya. Masyarakat harus diubah bukan melalui tidakan
politik, melainkan dengan cara yang sangat mendasar, yaitu melalui pendidikan
bagi warganya, menuju suatu pandangan baru tentang hidup dan kehidupan mereka
bersama.
2. Masyarakat
baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati, dimana sumber dan lembaga
utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.semua yang mempengaruhi
harapan dan hajat masyarakat seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan,
industri dan sebagainya, semuanya akan menjadi tanggung jawab rakyat, melalui
wakil-wakil yang dipilih. Masyarakat ideal adalah masyarakat yang demokrasi.
struktur, tujuan, dan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan tata aturan
baru harus diakui merupakan bagian dari pendapat masyarakat.
3. Anak,
sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan
sosial. Menurut rekonstruksionisme, hidup beradap adalah hidup berkelompok,
sehingga kelompok akan memainkan peran yang penting disekolah. Pendidikan
merupakan realisasi dari sosial (social self realization).
Melalui pendidikan indifidu tidak hanya mengembangkan aspek-aspek sifat
sosialnya melaikan juga belajar bagaimana keterlibatannya dalam perencanaan
sosial. Sehingga dari sini kita bisa lihat bahwa rekontruksi tidak mengabaikan
masyarakat yang sangat berperan dalam membentuk individu.
4. Guru
harus meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya
dengan cara bijaksana yaitu dengan memperhatikan prosedur yang demokratis.guru
harus mengadakan pengujian secara terbuka terhadap fakta- fakta, walaupun
bertentangan dengan pandangannya. Guru mendatangkan beberapa pemecahan
alternative dengan jelas, dan ia memperkenankan siswa-siswanya untuk
memprtahankan pandangan-pandangan mereka sendiri.
5. Cara
dan tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk
menemukan kebutuhan –kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini,
dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial. Yang penting dari sains
sosial adalah mendorong kita untuk menemukan nilai- nilai, dimana manusia peercaya
atau tidak bahwa nilai- nilai itu bersifat universal.
6. Kita
harus meninjau kembali penyusunan kurikulum, isis pelajaran, metode yang
dipakai,struktur administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.semua itu harus
dibangun kembali bersesuaian dengan teori kebutuhan tentang sifat dasar manusia
secara rasional dan ilmiah. Kita harus menyusun kurikulum dimana pokok- pokok
dan bagiannya dihubungkan secara integral, tidak disajikan sebagai suatu
sekuensi komponen pengetahuan.
C. Pandangan-pandangan
tentang rekontruksionisme
1. Pandangan
Ontology
Dengan antologi dapat mengetahui tentang bagaimana
hakekat dari segala sesuatu, Aliran rekonsrtuksionisme memandang bahwa realita
itu bersifat universal, yang mana realita itu ada dimana dan sama disetiap
tempat. Menurut Noor Syam.Untuk mengerti suatu realita
beranjak dari sesuatu yang kongkrit dan menuju kearah yang khusus menampakkan
diri dalam perwujudan sebagai mana yang kita lihat dihadapan kita dan ditangkap
oleh panca indra manusia seperti hewan,dan tumbuhan atau bneda lain
disekeliling kita ,dan realita yang kita ketahui dan kita hadapi tidak terlepas
darisuatu system, selain subtansi yang dipunyai dari tiap- tiap benda tersebut,
dan dapat dipilih melalui akal pikiran.
2. Pandangan
Epistimologis
Kajian epistimologis
aliran ini berpijak pada pola pemikiran bahwa untuk memahami realita alam nyata
memerlukan suatu azaz tahu, dalam arti bahwa tidak mungkin memahami reaalita
ini tampa melalui proses pengalaman dan hubungan dengan realita terlebuh dahulu
melalui penemuan suatu pintu gerbang ilmu pengetahuan. Karenanya baik indra
maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk pengetahuan, dan akal dibawa oleh
panca indra menjadi pengetahuan dalam yang sesungguhnya.
3. Pandangan
Ontologis
Barnadib
mengungkapkan bahwa aliran rekonstruksionisme memandang masalah nilai
berdasarkan azas- azas supera natural yakni menerima nilai natural yang
universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia
adalah emanasi (pancaran ) yang potensial yang berasal dari dan dipimpin oleh
tuhan dan atas dasar inilah tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat
diketahuinya. Kemudian manusia sebagai subyek telah mempunyai potensi- potensi
kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya.
D. Macam-macam
Pendekatan Rekontruksionisme
Pendektan ini juga
disebut Rekontruksi Sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah-masalah
penting yang dihadapi dalam masyarakat, seperti polusi, ledakan penduduk, dan
lain-lain. Dalam gerakan rekontruksionisme terdapat dua kelompok utama yang
sangat berbeda pandangan tentang kurikulum, yakni :
1. Rekontruksionisme
Koservatif, Aliran ini menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada
peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari
penyelesaian masalah-masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat.
Masalah-masalah dapat bersifat local dan dapat dibicarakan di SD, ada pula yang
bersifat daerah, nasional, regional, dan internasional bagi pelajar SD dan
Perguruan Tinggi. Dalam PBM-nya
metode problem solving memegang peranan utama dengan menggunakan bahan dari
berbagai disiplin ilmu. Peranan guru ialah sebagai orang yang menganjurkan
perubahan (agent of change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam
proses perbaikan masyarakat. Pendekatan kurikulum ini konsisten dengan falsafah
pragmatisme.
2. Rekontruksionisme Radikal, pendektan ini
berpendapat bahwa bnyak Negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat
kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat. Elite yang berkuasa
mengadakan tekanan terhadap masa yang tak berdaya melalui system pendidikan
yang diatur demi tujuan itu. Golongan radikal ini menganjurkan agar pendidikan
formal maupun pendidikan non formal mengabdikan diri demi tercapinya orde
social baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan
merata. Mereka berpendapat bahwa kurikulum yang sekedar mencari pemecahan
masalah social tidak memadai masa social justru merupakan indicator adanya
masalah lain yang lebih mendalam mengenai struktur social baru. Mereka
berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan Negara bersifat opresif dan tidak
humanistic serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk mempertahankan
status quo.
Untuk pendirian saling bertentangan ini, baik yang
konservatif maupun yang radikal mempunyai unsur kesamaan. Masing-masing
berpendirian bahwa misi sekolah, ialah untuk mengubah dan memperbaiki
masyarakat. Pemberdayaan terletak pada definisi atau tafsiran tentang
“perbaikan” dan cara pendektan terhadap masalah itu. Golongan konservatif
bekerja dalam rangka struktur yang ada untuk memperbaiki kualitas hidup.Mereka
berasumsi bahwa masalah-masalah social adalah hasil ciptaan manusia dan karena
itu dapat diatasi oleh manusia. Sebaliknya golongan radikal ingin merombak tata
social yang ada dan menciptakan tata social yang baru sama sekali untuk
memperbaiki system lebih efektif
Fokus dalam aliran pendidikan Rekonstruksionisme adalah berikut ini.
1. Promosi
pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan
penyelesaian problema sosial yang signifikan.
2. Mengkritik
pola life-adjustment (perbaikan tambal-sulam) para Progresivist
3. Pendidikan
perlu berfikir tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk
itu pendekatan utopia pun menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang
dunia masa depan yang perlu diciptakan.
4. Pesimis
terhadap pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan
melalui partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.
5. Pendidikan
berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam
aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya.
6. Learn
by doing! (Belajar sambil bertindak).
BAB III
PEMBAHASAN
A. Sejarah Aliran
Rekonstruksionisme
Filsafat sebagai
hasil pemikiran para ahli telah melahirkan berbagai macam pandangan/ide yang
salah satunya ialah lahirnya pandangan tentang filsafat pendidikan. Begitu pula
halnya dengan filsafat pendidikan bahwa dalam sejarahnya telah melahirkan
berbagai pandangan atau aliran. Salah satunya adalah aliran rekonstruksionisme.
Rekonstruksionisme
merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan
atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri
dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Selain itu mazhab ini juga
berpandangan bahwa pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan
kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.
Karena itu
pendidikan harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang demokratis. Alasan
mengapa rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan prograsif hanya
memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada pada
saat sekarang ini.
Dalam aliran
rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan memperbaharui
kurikulum lama. Prograsive pendidikan didasarkan pada keyakinan bahwa
pendidikan harus terpusat pada anaknya bukan memfokuskan pada guru atau bidang
studi. Ini berkelanjutan pada pendidikan rekonstruksinisme yaitu guru harus
menyadarkan si pendidik terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia untuk
diselesaikan, sehingga anak didik memiliki kemampuan memecahkan masalah
tersebut.
Pada
rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir
kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran ini
menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Tokoh-tokoh
Rekonstruksionisme. Rekonstruksionisme dipelopori oleh:George Count dan Harold
Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang
pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:
Caroline Pratt,
George Count, Harold Rugg
B. Konsep
pendidikan menurut teori Rekonsruksionisme
Aharianto
menjelaskan pokok-pokok konsep rekonstruksionisme sebagai berikut:
1. Pendidikan
harus menciptakan tatanan social yang baru sesuai dengan nilai-nilai dan
kondisi social yang baru.
2. Masyarakat
baru
3. Anak,
sekolah, dan endidikan dipengaruhi oleh kekuatan social budaya.
4. Guru
meyakinkan murid tentang kebenaran dan memecahkan masalah melalui rekonstruksi
social secara demokratis.
5. Memperbaharui
tujuan dan cara-cara yang dipakai pendidikan
Menurut Brameld (kneller,1971) konsep pendidikan
rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
1. Pendidikan
harus dilaksanakan disini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
2. Masyarakat
baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga
utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
3. Anak,
sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan
sosial.
4. Guru harus
meyakini terhadap validitas dan urgensi dirinya dengan cara bijaksana dengan
cara memperhatikan prosedur yang demokratis.
5. Cara dan
tujuan pendidikan harus dirubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk
menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini,
dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk
menemukan nilai-nilai dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu
bersifat universal.
6. Meninjau
kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur
administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
C. Implikasi
Aliran Rekonstruksionisme terhadap dunia Pendidikan
Implikasi Aliran
Rekonstruksionisme terhadap kurikulum
Mengenai kurikulum,
rekonstruksianisme mengorganisir kurikulum yang oleh Brameld disebut “the
wheel” (roda) kurikulum, di mana inti (core) tujuan pendidikan versi
rekonstruksianisme menjadi inti dari kurikulum “roda” tersebut dan menjadi tema
sentral pendidikan. Kurikulum ini bersifat sentripetal sekaligus sentrifugal,
sentripetal karena akan membawa masyarakat atau komunitas bersama kepada studi
yang bersifat umum.
Sentrifugal karena
akan meningkatkan proyeksi pendidikan di sekolah-sekolah formal ke dalam
komunitas yang lebih luas. Hal tersebut secara tidak langsung akan menciptakan
transformasi kultural di dalam hubungan yang dinamis antara sekolah dan
masyarakat .
Implikasi pemikiran
filosofis rekonstruksianisme dalam kurikulum diarahkan kepada penumbuhan
kesadaran kritis peserta didik dengan model keaksaraan kritis pada materi yang
diajarkan. Selain itu kurikulum ditekankan pada upaya membangun kesadaran
polyculture dengan mengapresiasi keragaman budaya, adat istiadat suatu suku
tertentu untuk menanamkan nilai-nilai pluralisme kultural.
Demikian pula
proyeksi hubungan kemanusiaan dan aspek politik harus ditekankan baik secara
eksplisit maupun implisit dalam upaya menumbuhkan kesadaran politik para
peserta didik sehingga “nalar kritis” terhadap berbagai macam ketimpangan
sosial dan politik yang diakibatkan oleh kesewenang-wenangan status quo, dapat
menjadi modal dasar untuk melahirkan agen-agen perubahan sosial dimasa
selanjutnya.
Persoalan perubahan
ekonomi dan kehidupan nyata juga menjadi titik tekan utama aliran
rekonstruksianisme, dalam rangka melacak peranan perubahan ekonomi, kebijakan
ekonomi status quo yang menimbulkan akibat-akibat baik positif maupun negatif
pada kehidupan bermasyarakat suatu negara.
Pada puncaknya,
kurikulum diatur sedemikian rupa untuk merespon perlunya sebuah tatanan sosial
yang mendunia, di mana para peserta didik tidak memiliki pemahaman yang
fragmentaris, agar persoalan-persoalan primordial seperti keyakinan, ras, warna
kulit, suku dan bangsa tidak menjadi alasan terjadinya krisis kemanusiaan,
seperti permusuhan, kebencian dan perang.
Rekonstruksianisme
mengajukan kurikulum semesta yang menekankan pada kebenaran, persaudaraan dan
keadilan. Mereka menolak kurikulum parokial yang sempit dan hanya membawa
kepentingan ideal komunitas lokal tertentu . Contohnya, pengajaran sejarah
dunia semestinya juga diarahkan pada kerja-kerja kontemporer lembaga-lembaga
internasional seperti PBB, ASEAN, OKI dan lain-lain.
Kurikulum juga
diorientasikan pada aksi peserta didik, seperti gerakan mengumpulkan dana amal,
terlibat dalam petisi, protes atau demo bersama masyarakat untuk merespons
kebijakan negara yang menimbulkan problematika sosial. Peserta didik tidak
hanya belajar dari buku, tetapi juga belajar pada fenomena sosial yang ada
seperti kemiskinan, perusakan alam, polusi udara, pemanasan global, pornografi
dan lain-lain.
Oleh karena itu
rekonstruksianisme menjadikan aspek-aspek sosial, budaya dan isu-isu
kontemporer menjadi muatan inti kurikulum, agar peserta didik memiliki kepekaan
dan empati sosial.
Kurikulum tersebut
harus mulai diimplementasikan sejak Taman Kanak-Kanak, yaitu pada usia yang
paling peka. Dengan demikian, peserta didik dapat menjadi penggerak utama
pencerahan problem-problem sosial dan menjadi agitator utama perubahan sosial. Setelah
adanya aliran rekonstruksinisme ini tujuan dan isi kurikulum berisi sebagai
berikut:
1. Tujuan dan isi kurikulum
Tujuan program pendidikan setiap tahun berubah. Misalnya dalam pendidikan ekonomi –politik, pada
tahun pertama tujuannya membangun kembali dunia ekonomi politik. Maka kegiatan
yang dilakukan adalah;
a. Mengadakan survai secara kritis terhadap
masyarakat
b. Mengadakan study tentang hubungan antara
keadaan ekonomi lokal,nasional serta dunia
c. Mengadakan study tentang latar belakang
historis dan kecenderungan-kecenderungan perkembangan ekonomi,hubungannya
dengan ekonomi lokal
d. Mengkaji praktek politik dalam hubungannya
dengan faktor ekonomi
e. Memantapkan rencana perubahan praktek
politik
f. Mengevaluasi semua rencana dengan kriteria
apakah telah memenuhikepentingan sebagian besar orang.
2. Metode
Guru berusaha membantu siswa dalam menemukan minat
dan kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing siswa, baik dalam kegiatan
pleno atau kelompok berusaha memecahkan masalah sosial yang dihadapi dengan
kerja sama
3. Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi para siswa juga
dilibatakan, keterlibatan mereka terutama dalam memilih, menyusun dan menilai
bahan yang akan diujikan. Soal yang akan diujikan dinilai terlebih dahulu baik
ketepatan maupun keluasan isinya, juga keampuhan menilai pencapaian
tujuan-tujuan pembangunan masyarakat yang sifatnya kualitatif. Evaluasi tidak
hanya menilai apa yang dikuasi siswa, tetapi juga menilai pengaruh kegiatan
sekolah terhadap masyarakat. Pengaruh tersebut terutama menyangkut perkembangan
masyarakat dan peningkatan taraf kehidupan masyarakat.
Implikasi
terhadap Pelaksana dan Peserta Pendidikan
1. Guru (pengajar)
Guru harus membuat para peserta didik menyadari
masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, membantu mereka merasa mengenali
masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik
menghadapi kontroversi dan perubahan. Guru harus menumbuhkan berfikir
berbeda-beda sebagai suatu cara untuk menciptakan alternatif-alternatif
pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
2. Implikasi
terhadap Siswa
Siswa adalah
generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa
depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur social yang
diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
Pada intinya aliran
ini memandang manusia sebagai makhluk social. Manusia tumbuh dan berkembang
dalam keterkaitannya dengan proses social dan sejarah dari pada masyarakat.
Pendidikan mempunyai peranan untuk menandakan pembaharuan dan pembangunan
masyarakat (Barnadib, 1996:63). Perkembangan ilmu dan teknologi tidak hanya
memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi masyarakat, namun juga membawa
dampak negative. Masyarakat yang hidup damai berangsur-angsur diganti oleh
masyarakat yang coraknya tidak menentu dan tidak kemantapan, serta yang lebih
penting dari itu lepasnya individu dalam keterkaitannya dalam masyarakat dan
adanya ketersaingan. Hal ini menciptaka budaya hegemoni sebagai ideology
George F. Kneller
(1984:195) membuat ikhtisar pandangan Michael W Apple tentang ideology
tersebut:
1. Pandangan
Bahwa kemajuan itu tergantung dari sains dan industry
2. Suatu
kepercayaan dalam masyarakat agar orang mampu menyumbangkan jasanya dalam
masyarakat kompetitif.
3. Kepercayaan
bahwa hidup yang memadai sama dengan menghasilkan dan mengkonsumsikan barang
dan jasa bagi masyarakat.
Sehingga menurut
Apple ketiganya tercermin dalam kurikulum sekolah. Agar keadaan masyarakat
dapat diperbaiki, pendidikan menjadi wahana penting untuk rekonstruksi. Hal
tersebut yang menyebabkan tumbuhnya pikiran kritis rekonstruksionisme yang
terjadi dalam masyarakat, sehingga dapat dikatan rekonstruksi sebagai tujuan
mencari titik kebenaran melalui lembaga pendidikan.
BAB III
KESIMPULAN
Rekonstruksionisme
merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan
atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri
dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Selain itu mazhab ini juga
berpandangan bahwa pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan
kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik
Pandangan aliran Rekonstruksionisme,
memandang bahwa tujuan pendidikan adalah untuk merombak tata susunan kebudayaan
lama dan membangun tata hidup kebudayaan yang baru, melalui pembinaan daya
intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia dengan
pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar demi generasi sekarang
dan yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat
manusia.
Aharianto
menjelaskan pokok-pokok konsep rekonstruksionisme sebagai berikut:
1. Pendidikan
harus menciptakan tatanan social yang baru sesuai dengan nilai-nilai dan
kondisi social yang baru.
2. Masyarakat
baru
3. Anak,
sekolah, dan endidikan dipengaruhi oleh kekuatan social budaya.
4. Guru
meyakinkan murid tentang kebenaran dan memecahkan masalah melalui rekonstruksi
social secara demokratis.
5. Memperbaharui
tujuan dan cara-cara yang dipakai pendidikan
Implikasi pemikiran
filosofis rekonstruksianisme dalam kurikulum diarahkan kepada penumbuhan
kesadaran kritis peserta didik dengan model keaksaraan kritis pada materi yang
diajarkan. Selain itu kurikulum ditekankan pada upaya membangun kesadaran
polyculture dengan mengapresiasi keragaman budaya, adat istiadat suatu suku
tertentu untuk menanamkan nilai-nilai pluralisme kultural.
Terhadap guru, Guru harus membuat para peserta
didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, membantu mereka
merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk
memecahkannya.
Terhadap siswa, siswa
adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat
masa depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur social
yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar