KULIAH BUKAN UNTUK MENCARI IJAZAH..TAPI, UNTUK BELAJAR

"Seribu Orang Tua Hanya Bisa Bermimpi. Tetapi seorang Pemuda Bisa Mengubah Dunia"

"Saat Kita Punya Sedikit saja rasa peduli akan SEKITAR. Disitu Kita telah Memperbaiki Kualitas Pendidikan Negara Kita"

(bernata manalu)

Rabu, 27 Mei 2015

MAHASISWA PAKKAT-Pancasilaisme Dekat Komunisme, Lawan Kapitalisme



Manusia memiliki agama dan melakukan praktik keagamaan hampir seusia dengan sejarah manusia itu sendiri. Begitulah hal yang juga menjadi pembahasan Prof. F. Max Muller, ilmuwan abad ke-19 asal Jerman, dalam ilmu yang diperkenalkannya sebagai Science of Religion.
Apa yang dikatakan Muller itu sudah lebih dulu disebutkan dalam seluruh kitab suci agama-agama yang ada di dunia, bahwa manusia dilahirkan sebagai ciptaan Tuhan, atas kehendak Tuhan. Meskipun masing-masing agama mempunyai cerita yang berbeda satu-sama lain.
Ajaran agama-agama di muka bumi yang memandang alam sebagai bagian penting manusia. Alam tidak dimiliki oleh individu-individu manusia, tetapi alam adalah milik Tuhan di mana manusia secara komunal mempunyai kewajiban untuk menjaganya.
Agama juga dijadikan alat untuk menentang tirani kekuasaan para raja di dunia. Contohnya dalam agama Islam terdapat kisah Nabi Ibrahim menentang Raja Namrud, Nabi Musa menentang Raja Ramses II (Firaun), Nabi Daud menentang Raja Jalut, dan lain-lainnya.
Agama pada mulanya melahirkan kebudayaan tinggi dan bermoral, namun penyimpangan ajaran agama menimbulkan masalah kehidupan. Daniel L. Pals, salah seorang ilmuwan Amerika Serikat dalam bukunya Seven Theories of Religionmenuliskan, para penganut Konfusius di Cina boleh jadi tidak kenal Yesus Kristus dan hidup tanpa acuan Bibel, tapi dapat menghasilkan budaya yang sangat beradab, bermoral dan tertata dengan baik, suatu masyarakat yang diidamkan oleh Yesus dan para Apostel. Tetapi di sisi lain para penganut Yesus di Eropa melakukan pertumpahan darah. Gerakan kaum Protestan di Eropa Utara menentang kekuasaan gereja, menolak penafsiran gerejawi terhadap kebenaran yang ada di Bibel, masyarakat terpecah-belah dalam berbagai aliran teologi, antara Katolik dengan Protestan, juga antar berbagai sekte dalam tubuh Kristen.
Konspirasi antara tirani para raja dengan penguasa agama, seperti yang terjadi di Eropa di Abad Pertengahan tersebut, memunculkan perlawanan kaum sipil, melahirkan pemikiran-pemikiran liberal yang menentang tirani tersebut. Muncul gagasan John Locke, Montesquieu, Rosseau, Kant dan lain-lain yang masing-masing mempunyai pendapat tentang negara, hukum, demokrasi dan masyarakat.
Prof. Roberto M. Unger dari Universitas Harvard menjelaskan kemunculan hukum modern Eropa pada waktu yang merupakan kompromi golongan kelas atas (kaum konservatif) dengan golongan kelas menengah berkuasa (kaum borjuis) yang mempunyai kepentingan mewujudkan tujuan mereka. Itulah sejarah kelahiran kapitalisme, yang selanjutnya melahirkan imperialisme di seluruh dunia, bangsa Eropa menguasai dunia.
Sistem ekonomi kapitalisme mendapat kritik dari Karl Marx. Ia adalah anak seorang pengacara Yahudi bernama Heinrich Marx di Trier, bagian wilayah Jerman yang saat itu belum bersatu. Daniel L. Pals menuliskan, pada waktu itu Prusia sedang anti Yahudi, sehingga ayah Karl Marx pindah agama menjadi Kristen “KTP”.
Tahun 1848 Karl Marx bersama dengan Engels menulis karya berjudul Cummunist Manifesto. Maka, yang disebut Bapak Komunis sebenarnya bukan hanya Karl Marx, tapi juga termasuk Friedrich Engels yang dilupakan ini. Engels merupakan anak industrialis tekstil yang sukses. Di kota kelahirannya, Wupper (yang merupakan basis organisasi penginjil di Jerman), Engels melihat kemiskinan di mana-mana yang ia nilai sebagai penindasan. Ia melihat kondisi buruk yang sama di Inggris ketika oleh keluarganya ditugasi memimpin usahanya di situ.
Engels dan Marx sama-sama melihat bukti-bukti konkrit di mana-mana tentang penindasan yang dilakukan para pendeta gereja dan kaum kapitalis di mana-mana. Marx melihat seluruh lahan pertanian dikuasai para pendeta gereja atau tuan-tuan tanah, yang dipertahankan dengan mengandalkan kekuatan para budak. Ia bertanya: Pantaskah kita heran atas kenyataan seluruh aturan moral saat itu yang selalu merujuk pada kesalehan gerejawi dengan harus mengikuti jejak para pahlawan kebajikan yang beriman dan sangat setia kepada para pemimpin yang feodal?
Pemikiran Marx dan Engels tentang agama yang ditentangnya muncul dari latar belakang penindasan kaum feodal dan borjuis yang semena-mena kepada rakyat kecil. Kaum buruh miskin di mana-mana dengan upah rendah, sementara para majikan mereka semakin lama semakin kaya, mendirikan gedung megah di mana-mana. Namun, sebagian besar karya Engels dan Marx adalah kritik terhadap sistem ekonomi kapitalisme dan prediksi sejarah ambruknya kapitalisme akibat revolusi di mana praktik-praktik penghisapan menimbulkan perlawanan guna memutus mata-rantai penderitaan masyarakat tertindas.
Ada sebuah motto menarik yang dipasang Marx dalam disertasinya. Ia menyatakan, “Aku benci semua dewa.” Alasannya, para dewa tidak mengakui bahwa “kesadaran diri manusia adalah derajat ketuhanan tertinggi.” Barangkali ini sebagai sebuah petunjuk bahwa sesungguhnya Karl Marx dalam jiwanya terdalam mengakui apa yang disebutnya sebagai “derajat ketuhanan tertinggi manusia.” Alasan ini mengingatkan pada hadits, “Man ‘arofa nafsahu, faqod ‘arofa robbahu.” (Siapa yang mengetahui dirinya, maka ia mengetahui Tuhannya). Hadits tersebut konon palsu, sebab tidak jelas asalnya. Ada yang mencurigai hadits tersebut berasal dari ajaran Yahudi. Tetapi dalam Quran dinyatakan bahwa Alloh dekat dengan manusia, lebih dekat dari urat nadi leher manusia itu sendiri (Al-Qof: 16). Barangkali dasar tersebut yang kemudian memunculkan pemahaman para sufi tentang “manunggaling kawula-Gusti” (wahdayul wujud).
Artinya, sikap Marx yang anti Tuhan adalah bukan sikap jiwanya, tapi kritik terhadap masyarakat yang dianggapnya salah dalam beragama, melihat pengalaman-pengalaman yang ada, meskipun ia mengatakan bahwa kepercayaan kepada Tuhan atau dewa-dewa adalah lambang kekecewaan atas kekalahan dalam perjuangan kelas. Daniel L. Pals sulit memahami penyebab ke-ateis-an Marx, apakah karena faktor sosial, intelektual, ataukah karena ia melihat ayahnya yang mudah berpindah agama dari Yahudi menjadi Kristen karena untuk mempertahankan karirnya sebagai pengacara di Prusia.
Dalam soal ateisme ini, saya jadi ingat rumusan Penjelasan Atas Bab II Angka I Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila TAP MPR No. II/MPR/1978 yang menjelaskan: “Dengan rumusan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa seperti tersebut pada Bab II angka I tidak berarti bahwa negara memaksa atau suatu kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebab agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, hingga tidak dapat dipaksakan dan memang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan menganutnya.” Apa artinya? Sistem hukum jaman Orde Baru mengakui ateisme.
Bicara tentang pendirian Bapak Komunis ini mungkin akan menjadikan perdebatan. Namun pemikiran pokok yang cukup humanis adalah: Komunis menentang kapitalisme yang melahirkan penindasan, penghisapan atau eksploitasi, merendahkan manusia lainnya. Marx bukan pula dewa yang mungkin mempunyai kekeliruan dalam gagasan dan teorinya.
Dalam hal tersebut Bung Karno mencoba memahamkan kepada kita atas saling caci-maki ideologis antara kaum nasionalis dan agamis dengan kaum marxis yang telah sama-sama berjuang untuk kemerdekaan Indonesia dari penjajahan kaum kapitalis-imperialis. Bung Karno mengatakan, taktik marxisme baru tidaklah menolak kerjasama dengan nasionalis dan Islamis di Asia. Taktik marxis baru mendukung gerakan-gerakan nasionalis dan Islamis. Marxis yang menolak bekerjasama dengan nasionalis dan Islamis adalah marxis yang tidak mengikuti aliran jaman.
Begitupula kaum nasionalis dan Islamis yang mengolok-olok marxis karena kejadian di Rusia (adanya pembantaian) adalah mereka yang tidak paham dengan terpelesetnya praktik-praktik tersebut. Sebab, tujuan marxisme untuk terwujudnya sosialisme dapat terjadi dengan syarat semua negara di-sosialis-kan. Itulah yang dikemukakan Bung Karno tahun 1926, sebelum Indonesia merdeka.
Bung Karno yang kita kenal sebagai salah satu perumus Pancasila itu dalam pemerintahannya pun mengijinkan berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi partai besar di Indonesia. Barulah kemudian peristiwa pahit tahun 1965 – yang sejarahnya sudah kian terbuka lebar tentang peran CIA sebagai intelejen kapitalisme – maka terjadi trauma sosial karena persitiwa itu diberikan stigma sebagai “kekejaman komunis”. Jika kita mau bandingkan secara adil seandainya adanya kenakalan PKI waktu itu, berapa juta manusia yang dibunuh secara ilegal, yakni mereka yang dituduh sebagai anggota PKI, sesudahnya? Lalu siapa pelakunya dan mengapa kita tidak menganggapnya sebagai “kejahatan yang besar.”? Semua itu jelas karena politik Indonesia terpengaruh oleh politik kapitalisme.
Tulisan ini sekaligus sebagai kritik sistem hukum Indonesia yang mengkriminalisasi penyebaran ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme – dengan UU No. 27 Tahun 1999 - yang dinilai berbahaya dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan karena menjelmakan diri dalam kegiatan-kegiatan yang  bertentangan dengan asas-asas dan sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia yang bertuhan dan beragama serta telah terbukti membahayakan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Penciptaan hukum seperti itu selain tidak memahami pemikiran Bung Karno sebagai pencetus Pancasila, juga sebagai bentuk penjajahan ideologis terhadap ideologi yang selama ini ditoleransi oleh Bung Karno dengan konsep “neo-marxisme yang bekerjasama dengan nasionalis dan agamis menentang imperalialisme.” Artinya, justru Pancasila itu lebih dekat dengan komunisme, sama-sama menentang kapitalisme dan imperialisme.
Justru Indonesia ini dijajah kekuatan kapitalisme selama ratusan tahun, melihat pula kapitalisme melakukan imperialisme di seluruh dunia, tetapi tidak dilakukan pelarangan penyebaran dan penganutan ideologi kapitalisme tersebut. Mengapa? Sebab dalam praktiknya memang negara Indonesia telah dikuasai kapitalisme. Bangsa ini hanya terima menjadi boneka. Lain dengan contoh perjuangan revolusi sosialisme di Amerika Latin yang tak kenal lelah melawan hegemoni kapitalisme. Padahal kita punya Pancasila dengan konsep sosialisme Pancasila yang menetang penjajahan di muka bumi?
Sebagai orang Islam yang diperintahkan untuk adil (innalloha ya’muru bil ‘adl), tentu saya malu dengan tingkah politik rezim yang tidak adil, tidak mampu memahami maksud pendiri negara ini. Makin lama kita makin didekatkan pada kapitalisme, liberalisme, dengan sistem politik, ekonomi dan hukum yang liberal, yang semua itu ditentang para pendiri negara ini. Apakah itu bukan pengkhianatan kepada Pancasila?

SUMBER : http://politik.kompasiana.com/2013/08/24/pancasilaisme-dekat-komunisme-lawan-kapitalisme-586738.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar