Manusia memiliki agama dan melakukan praktik
keagamaan hampir seusia dengan sejarah manusia itu sendiri. Begitulah hal yang
juga menjadi pembahasan Prof. F. Max Muller, ilmuwan abad ke-19 asal Jerman,
dalam ilmu yang diperkenalkannya sebagai Science of Religion.
Apa yang dikatakan Muller itu sudah lebih
dulu disebutkan dalam seluruh kitab suci agama-agama yang ada di dunia, bahwa
manusia dilahirkan sebagai ciptaan Tuhan, atas kehendak Tuhan. Meskipun
masing-masing agama mempunyai cerita yang berbeda satu-sama lain.
Ajaran agama-agama di muka bumi yang
memandang alam sebagai bagian penting manusia. Alam tidak dimiliki oleh
individu-individu manusia, tetapi alam adalah milik Tuhan di mana manusia
secara komunal mempunyai kewajiban untuk menjaganya.
Agama juga dijadikan alat untuk menentang
tirani kekuasaan para raja di dunia. Contohnya dalam agama Islam terdapat kisah
Nabi Ibrahim menentang Raja Namrud, Nabi Musa menentang Raja Ramses II
(Firaun), Nabi Daud menentang Raja Jalut, dan lain-lainnya.
Agama pada mulanya melahirkan kebudayaan
tinggi dan bermoral, namun penyimpangan ajaran agama menimbulkan masalah
kehidupan. Daniel L. Pals, salah seorang ilmuwan Amerika Serikat dalam bukunya Seven
Theories of Religionmenuliskan, para penganut Konfusius di Cina boleh jadi
tidak kenal Yesus Kristus dan hidup tanpa acuan Bibel, tapi dapat menghasilkan
budaya yang sangat beradab, bermoral dan tertata dengan baik, suatu masyarakat
yang diidamkan oleh Yesus dan para Apostel. Tetapi di sisi lain para penganut
Yesus di Eropa melakukan pertumpahan darah. Gerakan kaum Protestan di Eropa
Utara menentang kekuasaan gereja, menolak penafsiran gerejawi terhadap
kebenaran yang ada di Bibel, masyarakat terpecah-belah dalam berbagai aliran
teologi, antara Katolik dengan Protestan, juga antar berbagai sekte dalam tubuh
Kristen.
Konspirasi antara tirani para raja dengan
penguasa agama, seperti yang terjadi di Eropa di Abad Pertengahan tersebut,
memunculkan perlawanan kaum sipil, melahirkan pemikiran-pemikiran liberal yang
menentang tirani tersebut. Muncul gagasan John Locke, Montesquieu, Rosseau,
Kant dan lain-lain yang masing-masing mempunyai pendapat tentang negara, hukum,
demokrasi dan masyarakat.
Prof. Roberto M. Unger dari Universitas
Harvard menjelaskan kemunculan hukum modern Eropa pada waktu yang merupakan
kompromi golongan kelas atas (kaum konservatif) dengan golongan kelas menengah
berkuasa (kaum borjuis) yang mempunyai kepentingan mewujudkan tujuan mereka.
Itulah sejarah kelahiran kapitalisme, yang selanjutnya melahirkan imperialisme
di seluruh dunia, bangsa Eropa menguasai dunia.
Sistem ekonomi kapitalisme mendapat kritik
dari Karl Marx. Ia adalah anak seorang pengacara Yahudi bernama Heinrich Marx
di Trier, bagian wilayah Jerman yang saat itu belum bersatu. Daniel L. Pals
menuliskan, pada waktu itu Prusia sedang anti Yahudi, sehingga ayah Karl Marx pindah
agama menjadi Kristen “KTP”.
Tahun 1848 Karl Marx bersama dengan Engels
menulis karya berjudul Cummunist Manifesto. Maka, yang disebut Bapak Komunis
sebenarnya bukan hanya Karl Marx, tapi juga termasuk Friedrich Engels yang
dilupakan ini. Engels merupakan anak industrialis tekstil yang sukses. Di kota
kelahirannya, Wupper (yang merupakan basis organisasi penginjil di Jerman),
Engels melihat kemiskinan di mana-mana yang ia nilai sebagai penindasan. Ia
melihat kondisi buruk yang sama di Inggris ketika oleh keluarganya ditugasi
memimpin usahanya di situ.
Engels dan Marx sama-sama melihat bukti-bukti
konkrit di mana-mana tentang penindasan yang dilakukan para pendeta gereja dan
kaum kapitalis di mana-mana. Marx melihat seluruh lahan pertanian dikuasai para
pendeta gereja atau tuan-tuan tanah, yang dipertahankan dengan mengandalkan
kekuatan para budak. Ia bertanya: Pantaskah kita heran atas kenyataan seluruh
aturan moral saat itu yang selalu merujuk pada kesalehan gerejawi dengan harus
mengikuti jejak para pahlawan kebajikan yang beriman dan sangat setia kepada
para pemimpin yang feodal?
Pemikiran Marx dan Engels tentang agama yang
ditentangnya muncul dari latar belakang penindasan kaum feodal dan borjuis yang
semena-mena kepada rakyat kecil. Kaum buruh miskin di mana-mana dengan upah
rendah, sementara para majikan mereka semakin lama semakin kaya, mendirikan
gedung megah di mana-mana. Namun, sebagian besar karya Engels dan Marx adalah
kritik terhadap sistem ekonomi kapitalisme dan prediksi sejarah ambruknya kapitalisme
akibat revolusi di mana praktik-praktik penghisapan menimbulkan perlawanan guna
memutus mata-rantai penderitaan masyarakat tertindas.
Ada sebuah motto menarik yang dipasang Marx
dalam disertasinya. Ia menyatakan, “Aku benci semua dewa.” Alasannya, para dewa
tidak mengakui bahwa “kesadaran diri manusia adalah derajat ketuhanan
tertinggi.” Barangkali ini sebagai sebuah petunjuk bahwa sesungguhnya Karl Marx
dalam jiwanya terdalam mengakui apa yang disebutnya sebagai “derajat ketuhanan
tertinggi manusia.” Alasan ini mengingatkan pada hadits, “Man ‘arofa
nafsahu, faqod ‘arofa robbahu.” (Siapa yang mengetahui dirinya, maka ia
mengetahui Tuhannya). Hadits tersebut konon palsu, sebab tidak jelas asalnya.
Ada yang mencurigai hadits tersebut berasal dari ajaran Yahudi. Tetapi dalam
Quran dinyatakan bahwa Alloh dekat dengan manusia, lebih dekat dari urat nadi
leher manusia itu sendiri (Al-Qof: 16). Barangkali dasar tersebut yang kemudian
memunculkan pemahaman para sufi tentang “manunggaling kawula-Gusti” (wahdayul
wujud).
Artinya, sikap Marx yang anti Tuhan adalah
bukan sikap jiwanya, tapi kritik terhadap masyarakat yang dianggapnya salah
dalam beragama, melihat pengalaman-pengalaman yang ada, meskipun ia mengatakan
bahwa kepercayaan kepada Tuhan atau dewa-dewa adalah lambang kekecewaan atas
kekalahan dalam perjuangan kelas. Daniel L. Pals sulit memahami penyebab
ke-ateis-an Marx, apakah karena faktor sosial, intelektual, ataukah karena ia
melihat ayahnya yang mudah berpindah agama dari Yahudi menjadi Kristen karena
untuk mempertahankan karirnya sebagai pengacara di Prusia.
Dalam soal ateisme ini, saya jadi ingat
rumusan Penjelasan Atas Bab II Angka I Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila TAP MPR No. II/MPR/1978 yang menjelaskan: “Dengan rumusan Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa seperti tersebut pada Bab II angka I tidak berarti bahwa negara
memaksa atau suatu kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sebab agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, hingga
tidak dapat dipaksakan dan memang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa itu sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk dan
menganutnya.” Apa artinya? Sistem hukum jaman Orde Baru mengakui ateisme.
Bicara tentang pendirian Bapak Komunis ini
mungkin akan menjadikan perdebatan. Namun pemikiran pokok yang cukup humanis
adalah: Komunis menentang kapitalisme yang melahirkan penindasan, penghisapan
atau eksploitasi, merendahkan manusia lainnya. Marx bukan pula dewa yang
mungkin mempunyai kekeliruan dalam gagasan dan teorinya.
Dalam hal tersebut Bung Karno mencoba
memahamkan kepada kita atas saling caci-maki ideologis antara kaum nasionalis
dan agamis dengan kaum marxis yang telah sama-sama berjuang untuk kemerdekaan
Indonesia dari penjajahan kaum kapitalis-imperialis. Bung Karno mengatakan,
taktik marxisme baru tidaklah menolak kerjasama dengan nasionalis dan Islamis
di Asia. Taktik marxis baru mendukung gerakan-gerakan nasionalis dan Islamis.
Marxis yang menolak bekerjasama dengan nasionalis dan Islamis adalah marxis
yang tidak mengikuti aliran jaman.
Begitupula kaum nasionalis dan Islamis yang
mengolok-olok marxis karena kejadian di Rusia (adanya pembantaian) adalah
mereka yang tidak paham dengan terpelesetnya praktik-praktik tersebut. Sebab,
tujuan marxisme untuk terwujudnya sosialisme dapat terjadi dengan syarat semua
negara di-sosialis-kan. Itulah yang dikemukakan Bung Karno tahun 1926, sebelum
Indonesia merdeka.
Bung Karno yang kita kenal sebagai salah satu
perumus Pancasila itu dalam pemerintahannya pun mengijinkan berdirinya Partai
Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi partai besar di Indonesia. Barulah
kemudian peristiwa pahit tahun 1965 – yang sejarahnya sudah kian terbuka lebar
tentang peran CIA sebagai intelejen kapitalisme – maka terjadi trauma sosial karena
persitiwa itu diberikan stigma sebagai “kekejaman komunis”. Jika kita mau
bandingkan secara adil seandainya adanya kenakalan PKI waktu itu, berapa juta
manusia yang dibunuh secara ilegal, yakni mereka yang dituduh sebagai anggota
PKI, sesudahnya? Lalu siapa pelakunya dan mengapa kita tidak menganggapnya
sebagai “kejahatan yang besar.”? Semua itu jelas karena politik Indonesia
terpengaruh oleh politik kapitalisme.
Tulisan ini sekaligus sebagai kritik sistem
hukum Indonesia yang mengkriminalisasi penyebaran ajaran
Komunisme/Marxisme/Leninisme – dengan UU No. 27 Tahun 1999 - yang dinilai
berbahaya dalam praktek kehidupan politik dan kenegaraan karena menjelmakan
diri dalam kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan asas-asas dan
sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia yang bertuhan dan beragama serta telah
terbukti membahayakan kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Penciptaan hukum
seperti itu selain tidak memahami pemikiran Bung Karno sebagai pencetus
Pancasila, juga sebagai bentuk penjajahan ideologis terhadap ideologi yang
selama ini ditoleransi oleh Bung Karno dengan konsep “neo-marxisme yang
bekerjasama dengan nasionalis dan agamis menentang imperalialisme.” Artinya,
justru Pancasila itu lebih dekat dengan komunisme, sama-sama menentang
kapitalisme dan imperialisme.
Justru Indonesia ini dijajah kekuatan
kapitalisme selama ratusan tahun, melihat pula kapitalisme melakukan
imperialisme di seluruh dunia, tetapi tidak dilakukan pelarangan penyebaran dan
penganutan ideologi kapitalisme tersebut. Mengapa? Sebab dalam praktiknya
memang negara Indonesia telah dikuasai kapitalisme. Bangsa ini hanya terima
menjadi boneka. Lain dengan contoh perjuangan revolusi sosialisme di Amerika
Latin yang tak kenal lelah melawan hegemoni kapitalisme. Padahal kita punya
Pancasila dengan konsep sosialisme Pancasila yang menetang penjajahan di muka
bumi?
Sebagai orang Islam yang diperintahkan untuk
adil (innalloha ya’muru bil ‘adl), tentu saya malu dengan tingkah
politik rezim yang tidak adil, tidak mampu memahami maksud pendiri negara ini.
Makin lama kita makin didekatkan pada kapitalisme, liberalisme, dengan sistem
politik, ekonomi dan hukum yang liberal, yang semua itu ditentang para pendiri
negara ini. Apakah itu bukan pengkhianatan kepada Pancasila?
SUMBER : http://politik.kompasiana.com/2013/08/24/pancasilaisme-dekat-komunisme-lawan-kapitalisme-586738.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar