Pada abad
petengahan di Eropa yakni yang dimulai dengan runtuhnya Romawi dan berakhir
pada masa reinassanse abad ke-14, sekitar abad ke-3 Romawi pecah menjadi dua
wilayah yakni Romawi barat dan Romawi Timur, waktu-waktu tersebut merupakan
permulaan munculnya perekonomian yang biasanya kita sebut sistem
feodalisme. Sistem feodalisme yang terjadi mengakibatkan munculnya kelas
penguasa, ningrat, borjuis, aristokrat dan kelas bawah yang terdiri dari buruh,
petani dan hamba. Sistem yang demikian menjadikan kelas bangsawan dan
lain sebagainya untuk mengambil alih dan memonopoli sistem perekonomian.
Dalam feodalisme, tanah ibarat sumber kehidupan bagi para raja dan
bangsawan. Seluruh tanah dianggap milik raja dan keluarganya.
Rakyat hanya meminjam sehingga harus membayar pajak atau upeti dan
sewaktu-waktu raja boleh mengambil kembali tanahnya jika ia menginginkan.
Akibatnya, patronase menjadi kelaziman yang tak bisa dihindari. Jika
masyarakat ingin hidup maka ia harus mengabdi pada penguasa tanah: raja,
bangsawan dan tuan tanah. Petani dan masyarakat mesti tunduk dan hormat
kepada mereka.
Pada hakekatnya,
sistem pemerintahan Negara Indonesia adalah demokrasi. Namun nilai-nilai
feodalisme itu kian bertahan dan berkembang dalam wujud neo feodalisme yang
sebenarnya bertolak belakang dengan paham dan prinsip demokrasi yang tumbuh
pada persamaan. Sebuah fenomena dari tradisi masa lalu yang membuat
demokrasi di Indonesia seakan-akan kehilangan makna aslinya. Melihat
perkembangan feodalisme di Indonesia dan telah merusak nilai-nilai demokrasi,
maka hal ini mendorong penulis untuk mendalaminya karena sampai saat ini sistem
feodalisme terus menjadikan masyarakat hidup dalam ketakutan dan penderitaan
yang berkepanjangan.
Akhirnya, alasan
dalam penulisan makalah ini adalah bahwa penulis ingin memahami dan mengetahui
secara lebih mendalam tentang sistem feodalisme yang terjadi di Negara-negara
Eropa dan secara khusus sistem feodalisme yang terjadi di Negara Indonesia.
Selain itu, tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah
mengetahui apa itu sistem feodalisme yang terjadi di sebuah Negara secara
khusus Negara Indonesia, mengetahui perkembangan sistem feodalisme.
1.2.Rumusan
Masalah
1.2.1.
Bagaimanakah konsep dasar feodalisme itu?
1.2.2.
Bagaimanakah perkembangan feodalisme di Negara-negara Eropa?
1.2.3.
Bagaimanakah perkembangan feodalisme di Negara Indonesia?
1.2.4.
Bagaimana pendapat Penulis mengenai feodalisme? Setuju atau tidak?
1.3.Tujuan
1.3.1.
Untuk mengetahui konsep dasar tentang feodalisme
1.3.2.
Untuk mengetahui bagaimanakah perkembangan feodalisme di Negara-negara Eropa
1.3.3.
Untuk mengetahui bagaimanakah perkembangan feodalisme di Negara Indonesia
1.3.4.
Untuk mengetahui pendapat Penulis mengenai feodalisme
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Konsep
Dasar Feodalisme
Feodalisme adalah
struktur pendelegasian kekuasaan sosiopolitik yang
dijalankan kalangan bangsawan / monarki untuk mengendalikan berbagai wilayah yang diklaimnya
melalui kerja sama dengan pemimpin-pemimpin lokal sebagai mitra. Dalam
pengertian yang asli, struktur ini disematkan oleh sejarawan pada sistem
politik di Eropa
pada Abad Pertengahan yang menempatkan kalangan kesatria dan
kelas bangsawan lainnya (vassal) sebagai penguasa kawasan atau hak tertentu
(disebut fief atau dalam bahasa Latin feodum) yang ditunjuk oleh monarki
(biasanya raja atau lord).
Istilah “feodal”
(dalam konteks Eropa) berasal dari kata Latin “feudum” yang sama artinya dengan
fief, ialah sebidang tanah yang diberikan untuk sementara kepada seorang vassal
(penguasa bawahan atau pemimpin militer) sebagai imbalan atas pelayanan yang
diberikan kepada penguasa (lord) sebagai pemilik tanah tersebut. Dalam
hal ini feodalisme berarti penguasaan hal–hal yang berkaitan dengan masalah
kepemilikan tanah, khususnya yang terjadi di Eropa Abad Pertengahan.
Feodalisme
merupakan system social ciri khas dari abad pertengahan, dari system itu
melahirkan masyarakat yang penuh dengan kekerasan, kebrutalan dan
kesewenang-wenangan oleh sang penguasa. Istilah feodalisme pertama kali
dimunculkan di Perancis pada abad ke-16. Periode tersebut sebagai pembeda
periode tersebut dari modernitas.
Feodalisme adalah
sebuah system pemerintahan yang dipegang oleh tuan feodal untuk menaungi
para vassal yang telah menyerahkan fief. Pemerintahan semacam itu disebut
feodal system.
Istilah
feodalisme sendiri dipakai sejak abad ke-17 dan oleh pelakunya sendiri tidak
pernah dipakai. Semenjak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas
penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para
pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul
istilah "masyarakat feodal". Karena penggunaan istilah
feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya
istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan
untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.
Foedalisme
sebagai suatu sistem yang ada di Eropa dan terjadi pada sekitar abad IX-XII
merupakan system yang jauh dari demokrasi. Dari system tersebut dapat
terbentuk dasar pemerintahan lokal, pembuatan undang-undang, menyusun dan
mengatur angkatan perang dan berbagai permasalahan yang berhubungan dengan
kekuasaan eksekutif. Pemerintahan ini otoriter dan itu dibuktikan dengan
doktrin feodal yang dikatakan bahwa seluruh tanah kerajaan beserta isinya itu
berasal dari raja. Raja sebagai pemilik tanah-tanah luas terbentang di
wilayah kerajaannya.
Feodalisme juga
dapat diartikan sebagai sistem pemerintahan yang dipegang oleh seorang pemimpin
dan mayoritas bangsawan, kekuasaan mutlak berada dibawah kuasa mereka dan
memiliki bawahan yang juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih
rendah dan biasa disebut vasal dan jumlah bawahan tersebut banyak. Para
vasal ini wajib membayar upeti kepada tuan mereka. Sedangkan para vasal
pada gilirannya ini juga mempunyai anak buah dan abdi-abdi mereka sendiri yang
memberi mereka upeti.
Masyarakat feodal
menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian, dari hal tersebut membuat para
pemilik tanah sebagai pihak yang berkuasa dan menempati lapisan atas struktur
masyarakat atas dukungan petani lapisan terbawah. Di lapisan tengah
terdapat pegawai kaum feodal dan pedagang. Karena itulah tanah menjadi
faktor produksi utama dan dapat disimpulkan bahwa yang menjadi inti pembahasan
dari feodalisme adalah Tanah menjadi sumber kekuasaan bagi para tuan feodal
yang memegang peranan penting pada zamannya. Seseorang dikatakan memiliki
kekuasaan bila orang tersebut memiliki modal utama berupa tanah yang kemudian
berkembang menjadi wilayah. Sejarah feodalisme adalah sejarah peradaban
manusia itu sendiri, dimana manusia dari awalnya sudah haus akan kekuasaan dan
kedudukan.
Dalam penggunaan bahasa sehari-hari
di Indonesia,
seringkali kata ini digunakan untuk merujuk pada perilaku-perilaku negatif yang
mirip dengan perilaku para penguasa yang lalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin
dihormati' atau 'bertahan pada nilai-nilai lama yang sudah banyak
ditinggalkan'. Arti ini sudah banyak melenceng dari pengertian
politiknya.
Dari berbagai
sudut pengertian tentang feodalisme, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi inti
pembahasan dari feodalisme adalah tanah, dimana manusia itu hidup. Tanah
memegang peranan penting pada zaman feodal, karena seseorang dikatakan memiliki
kekuasaan bila orang tersebut memiliki modal utama berupa tanah yang kemudian
berkembang menjadi wilayah.
Feodalisme mulai
tumbuh pada percampuran kebudayaan Roma dan Jerman. Tentu saja
percampuran kedua kebudayaan ini kemudian menimbulkan sebuah sistem baru yang
disebut feodalisme.
Unsur kebudayaan
yang membentuk feodalisme adalah :
1. Budaya
militer suku-suku bangsa Jerman, berupa kebiasaan para pemimpin pasukan untuk
membagikan rampasan perang kepada para prajurit sebagai imbalan atas pelayanan
mereka. Pola ini merupakan dasar hubungan feodal (lord-vassal)
2. Sistem
kepemilikan tanah Romawi yang menjadi semakin penting ketika perdagangan mundur
akibat perang. Para petani miskin yang tidak mampu membayar pajak sering
mengalihkan tanahnya kepada bangsawan atau tuan tanah, yang kemudian
meminjamkan tanah itu kepada para petani miskin untuk dikelola. Pada
praktiknya para petani yang terikat pada tanah yang bukan miliknya ini
berkedudukan setengah budak. Orang-orang Jerman lambat laun mengadopsi
kebiasaan ini
Ada setidaknya
empat komponen utama yang membentuk sistem feodal yaitu :
1. Lord
adalah pemilik tanah, biasanya seorang bangsawan dari keluarga raja atau
kalangan agamawan (uskup, biarawan)
2. Vassal
atau Knights adalah kaum bangsawan yang memberikan jasa (umumnya dalam bentuk
dukungan militer) kepada Lord dengan imbalan berupa tanah yang disewakan
3. Fief
adalah tanah yang disewakan berupa lahan-lahan pertanian
4. Serf
atau penggarap tanah ialah petani yang mengerjakan lahan pertanian dengan
status setengah budak
2.2. Perkembangan
Feodalisme di Eropa
Abad pertengahan
di Eropa Barat dicirikan oleh struktur total yang feodal (hubungan antara
Vassal dan Lord). Kehidupan sosial dan spiritual dikuasai Paus dan
pejabat agama lawuja. Kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan
kekuasaan antar bangsawan.
Menurut kamus
besar Bahasa Indonesia, feodalisme adalah system sosial atau politik yang
memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan, system social yang
mengagung-agungkan jabatan atau pangkat dan bukan mengagung-agungkan prestasi
kerja, system sosial di Eropa pada abad Pertengahan yang ditandai oleh
kekuasaan yang besar ditangan tuan tanah.
Dalam
id.wikipedia.org, feodalisme adalah sebuah system pemerintahan dimana seorang
pemimpin, yang biasanya seorang bangsawan memiliki anak buah banyak
yang juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih rendah dan biasa
disebut vasal. Para vassal ini wajib membayar upeti kepada tuan
mereka. Sedangkan para vassal pada giliran ini juga mempunyai anak buah
dan abdi-abdi mereka sendiri yang member mereka upeti.
Pertama kali
Feodalisme muncul di Perancis dan Jerman pada abad ke-9 dan 10. Ini
bertepatan dengan gaya militer besar diselenggarakan oleh Normandia.
Unsur-unsur rezim Romawi dipindahkan ke feodalisme Eropa. Villa Roma dan
tanah mereka diberikan kepada para pemimpin militer secara sementara sebagai
imbalan bagi loyalitas mereka ke Roma dan kaisar. Para militer memberikan
mereka pelayanan, terutama dalam hal militer, memberikan perlindungan.
Ide-ide ini diadopsi di Eropa. Bangsawan Eropa meningkatkan daya kerja
dari hibah tanah dari raja dengan imbalan jasa militer, maka lahirlah
feodalisme Eropa.
Feodalisme adalah
system pemerintahan pada tanah pinjaman dari seorang raja melalui sumpah setia.
Vassal adalah
penguasa local yang keberadaannya disahkan oleh raja, diangkat sebagai vassal
militer, bangsawan, gerejawan, pegawai pemerintahan. Veodum adalah tanah
pinjaman. Homage adalah upacara pengambilan sumpah seorang vassal oleh
raja.
Latar belakang
feodalisme antara lain :
1. Peristiwa
331 April
Peristiwa
pemindahan Ibukota Romawi dari Rhoma ke Byzantium yang telah menyebabkan
seluruh fasilitas dari barat ke timur secara besar-besaran. Hal tersebut
menyebabkan kekosongan pada wilayah barat. Selain itu, ada etnis Bar-bar
yang suka menjarah Negara-negara makmur. Missal: Pits, Scot, Anglo,
Frank, Slav berkeliling di seluruh wilayah Eropa. Mereka hanya mengganggu
perbatasan.
2. Peristiwa
395
Pembagian Romawi
menjadi dua wilayah, yakni barat dan timur. Dengan pembagian itu, seluruh
kepulauan dikuasai masing-masing, padahal Barat lebih luas sedangkan
fasilitasnya minim.
3. Peristiwa
476
Diawali dengan
runtuhnya Romawi Barat yang memberikan dampak yang luar biasa. Hal
tersebut dikarenakan tidak adanya perlindungan terhadap wilayah barat, maka
bermunculan embrio vassal (penguasa local yang mandiri). Vassal-vassal
itu yang mendukung feodalisme.
4. Peristiwa
700
Sejak Romawi
barat runtuh, keamanan di laut tengah tidak dapat dikuasai. Oleh karena
itu, diambil oleh pasukan muslim yang memasuki Eropa. Ekspansi itu
mengakibatkan nelayan-nelayan pindah ke pedalaman, hidup sebagai petani.
Hal inilah yang mengakibatkan adanya dorongan feodalisme.
Perkembangan
feodalisme di Eropa dapat dilihat dari segi struktur dan gereja antara lain :
1. Struktur
Pada awal
feodalisme, struktur masyarakat dibedakan dalam :
Ø Bangsawan,
biarawan
Ø Satria
(kegiatan hanya latihan perang)
Ø Petani
(mayoritas kehidupan masyarakat baik sebagai petani milik ataupun penggarap)
Ø Budak
(tidak memiliki hak kemerdekaan, kehidupannya menggantikan posisi hewan)
2. Gereja
Mendominasi
kehidupan masyarakat dalam semua aspek kehidupan tidak dapat dilepaskan dari
dogma gereja. Banyak konsep-konsep yang dilontarkan pakar gereja untuk
masyarakat, missal :
Ø Jean
Seitig
Ø Dies
Seitig
Ø Momen to
Mori
Ø City of
God (yang mendasari kehidupan Eropa Abad tengah)
Ø Adanya
pembelokkan gereja, yakni penjualan surat pengampunan dosa yang akhirnya ada
pembaharuan
Pada tahun 1000,
Feodalisme mencapai puncaknya yang ditandai dengan :
1. Perubahan
status tanah dari kontrak menjadi milik pribadi vassal
2. Perang
feodal, yakni peperangan antar kaum feodal baik di dalam suatu kerajaan maupun
di luar kerajaan, bahkan antar Negara vassal dengan pemerintah pusat
3. Perubahan
struktur masyarakat (puncak feodalisme) yakni vassal, militer, pedagang,
petani, buruh dan budak
4. Muncul
portus (embrio kota) dan gilda (organisasi seprofesi) yang dihimpun dibina
sehingga seluruh anggotanya professional di bidangnya. Gilda cakupannya
sangat luas. Di kelompok pedagang sendiri, kemudian muncul generasi baru
yakni generasi intelektual.
Gereja juga
memiliki pengaruh besar dalam membentuk feodalisme, meskipun pada dasarnya
organisasi gereja tidak berkarakter Feodal, hierarki yang agak sejajar dengan
hierarki feodal. Sejak itu muncul orang-orang kuat sebagai tuan tanah
yang mengatur pemakaian tanah diwilayah kekuasaannya. Kekuasaan mereka
ditopang oleh bawahannya. System ini kemudian berkembang luas.
Bangsawan menjadi kelompok yang sangat istimewa dan melakukan regenerasi
berdasarkan keturunan. Sesuai dengan penelusuran ensiklopedia, feodal
atau feudal merupakan satu istilah yang digunakan pada awal era modern yakni
abad ke-17 merujuk pada pengalaman.
System politik
yang terbangun pada masa itu ditentukan oleh perpaduan antar para militer legal
maupun tidak atau warlord, tuan tanah, bangsawan raja yang lantas tersusun
hierarki dalam masyarakat yang khas : ada raja, ada bangsawan, tetapi juga ada
pelayan dan budak (vassal). Kata kuncinya tetap hierarki. Menurut
fokusnya, kekuasaan politik bersifat local dan personal yang menghasilkan
sesuatu “dunia social dari klaim-klaim dan kekuasaan-kekuasaan tumpang
tindih”. Beberapa diantara klaim-klaim dan kekuasaan ini mengalami
konflik dan tidak ada pemerintah atau Negara yang berdaulat dalam arti yang
paling tinggi di atas wilayah dan penduduk yang ada (Bull,1977, hlm.254).
Dalam system kekuasaan ini banyak dipenuhi ketegangan dan sering terjadi
perang. Hierarki dari Eropa, Feodalisme terjadi dengan mudah.
Sebuah berbentuk hierarki piramida alam sudah dikembangkan dipimpin oleh raja
yang dikelilingi oleh bangsawan. Dorongan bagi negara-negara besar di
Eropa untuk melawan dan mendapatkan tanah baru dan wilayah menyebabkan hierarki
feodalisme Eropa dan keunggulan utamanya yaitu bahwa orang yang tidak berbangsa
bisa menaiki piramida kekuasaan Feodalisme. Jika seorang pria membuktikan
dirinya dalam pertempuran dan sebagai pendukung setia, dia diberi hadiah tanah
(disebut perdikana) sebagai imbalan atas tanah pendukung setia atau bawahan
akan supaya sumpah setia dan memberi penghormatan kepada tuannya atau Raja.
Didunia abad
pertengahan, ekonomi didominasi oleh pertanian dan kelebihan apa pun yang
dihasilkan menjadi sasaran klaim-klaim yang bersaing. Klaim yang berhasil
menjadi dasar untuk menciptakan dan mempertahankan kekuasaan politik.
Tetapi jaringan kerajaan-kerajaan, para pangeran, istri-istri para
bangsawan dan pusat-pusat kekuasaan lainnya yang bergantung pada susunan ini
diperumit oleh munculnya kekuasaan-kekuasaan alternative di kota-kota kecil dan
kota-kota besar. Kota-kota dan federasi kota bergantung pada perdagangan
dan manufaktur serta akumulasi modal yang relative tinggi. Mereka
mengembangkan struktur-struktur social dan politik yang berbeda dan sering
menikmati system-sistem pemerintahan independent yang ditentukan oleh para
warganegara.
Dari sudut
perkembangan demokrasi AP menghasilkan dokumen penting yaitu Magna Charta
1215. Ia semacam contoh antara bangsawan Inggris dengan Rajanya
yatu John . Untuk pertama kali seorang raja berkuasa mengikatkan diri
untuk mengakui dan menjamin beberapa hak bawahannya.
Sistem sosial
yang berkembang pada masyarakat feodal Eropa umumnya terbentuk dengan sistem
manor. Manor meliputi sebidang tanah yang luas milik seorang bangsawan
atau gereja. Manor merupakan suatu kesatuan sosial dan politik, dimana
pemilik manor bukan hanya menjadi tuan tanah, tapi juga sebagai penguasa,
pelindung, hakim dan kepala kepolisian. Walaupun bangsawan ini termasuk
dalam suatu hierarki yang besar, dimana dia menjadi hamba dari bangsawan yang
lebih tinggi, tapi dalam batas-batas manornya dia merupakan tuan tanah.
Dia adalah pemilik dan penguasa yang tak diragukan lagi oleh orang-orang
dan budak-budak yang hidup di manornya. Orang yang hidup diatas tanahnya
dianggap oleh tuan tanah sebagai miliknya sebagaimana halnya rumah, tanah dan
tanaman. Di sekeliling rumah bangsawan terdapat ladang rakyat yang telah
dibagi-bagikan luasnya (satu) 1 atau 1 ½ hektar. ½ atau lebih dari hasil
ladang ini menjadi milik tuan tanah, sedangkan sisanya untuk orang yang
menggarapnya yang terdiri dari orang merdeka dan budak belian. Disini
terjadi ketimpangan antara budak belian dan tuan tanah.
Orang merdeka
atau dalam kalangan apapun seseorang dilahirkan, orang yang merdeka yang
memiliki sendiri tanahnya tak dapat menjualnya pada tuan tanah yang lain.
Pemilikannya sebenarnya berarti bahwa dia tidak dapat diusir dari
tanahnya, kecuali dalam keadaan darurat. Orang yang lebih rendah dari
budak tidak mempunyai hak ini. Seorang budak belian terikat pada tanah
yang dikerjakannya, tanpa ijin dan keterangan yang kuat, dia tidak akan
diijinkan untuk meninggalkan baik masih dalam batas-batas manor tuannya maupun
pada manor bangsawan lainnya. Berdasarkan statusnya, timbul serentetan
kewajiban-kewajiban yang menjadi dasar dari organisasi ekonomi manor.
Kewajiban-kewajiban ini dapat berupa keharusan bekerja untuk tuan tanah
dan lain sebagainya. Kewajiban ini berbeda-beda antara manor yang satu
dengan manor lainnya, pada tempat-tempat tertentu mereka harus bekerja lima
hari dalam seminggu untuk tuan tanahnya, sehingga tanahnya sendiri dikerjakan
oleh keluarganya (anak dan istrinya) dan akhirnya budak belian juga harus membayar
beberapa macam pajak seperti pajak kepala, pungutan kematian, pajak kawin atau
iuran untuk pemakaian pabrik atau tungku. Jika budak belian memberikan
tenaganya untuk tuan tanah, maka sebagai imbalannya si tuan tanah memberikan
sesuatu yang tidak dapat diusahakan sendiri oleh sang budak, yang utama yaitu
menjamin keamanan fisik.
2.3.
Perkembangan Feodalisme di Indonesia
Di Indonesia,
praktek feodalisme ini dapat ditemukan dalam kehidupan kerajaan-kerajaan.
Para raja, permaisuri, putri dan pangeran bersikap jumawa, kalangan priyayi
bersikap anggun dan congkak terutama pada kalangan rakyat jelata yang dianggap
kastanya berada satu level di bawahnya, baik dari segi warna darah (darah
mereka biru berkilau, sedang darah rakyat berwarna merah kecoklatan), maupun
dari segi status sosial (harta dan lingkungan pergaulan). Sistem sosial
saat itu membagi umat manusia dalam dua kelas yaitu kelas raja atau para
priyayi (government) dan kelas rakyat jelata (the governed). Pengkotakan
ini berlaku selamanya. Jabatan dalam struktur pemerintahan kerajaan hanya
dipegang oleh para priyayi. Dalam strata sosial interen kerajaan, priyayi
ada yang termasuk pada golongan tinggi dan golongan rendah. Priyayi
tinggi terutama mereka yang menjabat pemerintahan pada struktur jabatan tinggi
misalnya Bupati, sedangkan priyayi rendah adalah mereka yang menduduki jabatan
pemerintahan pada strata yang rendah misalnya wedana.
Kalangan priyayi
akan seterusnya secara turun temurun menjadi pemerintah; sementara kalangan
rakyat akan selamanya menjadi abdi, punakawan yang diharuskan untuk selalu
tunduk dan sembah sungkem pada kalangan pamong praja. Negara, dalam
sistem ini, adalah milik kalangan ningrat yang berdarah biru; dan adalah
kewajiban rakyat berdarah merah coklat tua itu untuk tunduk dan selalu bertekuk
lutut di depan kaki para ningrat.
Hubungan seperti
ini dalam pandangan masyarakat Jawa di masa lalu adalah hubungan
gusti-kawula. Raja adalah gusti dan rakyat adalah kawula. Hubungan
patrimonial ini membuat rakyat harus selalu tunduk dan patuh terhadap apa yang
diperintahkan oleh penguasa. Sebaliknya penguasa memiliki kewajiban untuk
melindungi rakyat. Walaupun dalam prakteknya, rakyat lebih banyak harus
melakukan kewajibannya kepada penguasa. Feodalisme di masa
kerajaan-kerajaan tradisional Indonesia ini mirip yang terjadi dengan
feodalisme yang terjadi di Barat abad pertengahan.
Dalam
melaksanakan pemerintahan dan melanggengkan kekuasaannya di Indonesia,
Pemerintah Kolonial menerapkan system pemerintahan tidak langsung yang memanfaatkan
system feodalisme yang sudah berkembang di Indonesia. Ciri khas
feodalisme adalah ketaatan mutlak dari lapisan paling bawah terhadap
atasannya. Hubungan antara para kolonialis dengan para feodal adalah
hubungan yang saling memanfaatkan dan saling menguntungkan, sedangkan rakyatlah
yang menjadi objek penindasan dan penghisapan dari kedua belah pihak.
Dikarenakan
penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh
para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas
keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.
Sistem sosial seperti ini juga dapat kita temukan di Indonesia . Dalam
penggunaan bahasa sehari-hari di Indonesia, seringkali istilah ini digunakan
untuk merujuk pada perilaku-perilaku negatif yang mirip dengan perilaku para
penguasa yang lalim, seperti 'kolot', 'selalu ingin dihormati', atau 'bertahan
pada nilai-nilai lama yang sudah banyak ditinggalkan'. Arti ini sudah
banyak melenceng dari pengertian politiknya. Seorang antropolog Amerika,
Clifford Geertz, menggolongkan masyarakat Jawa kepada tiga golongan, yaitu
priyayi, santri dan abangan. Golongan priyayi inilah yang menduduki
posisi bangsawan.
Seperti yang kita
ketahui feodalisme adalah sebuah faham dimana adanya pengakuan sistem kasta,
dalam feodalisme sistem kasta masih dipertahankan namun berubah bentuk
menjadi penguasa dan kaum elite. Neo feodalisme adalah feodalisme
modern. Di Indonesia neo-feodalisme masih ada dan berkembang dalam sistem
pemerintahan dan telah menjadi budaya yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan
Negara kita. Feodalisme terlahir dari adanya kerajaan-kerajaan Hindu di
Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa Hinduisme telah dominan di Nusantara
ini sebelum datangnya Islam dan kolonialisme, karena memang Kerajaan Hindulah
yang tertua berkuasa di Nusantara ini. Sistem yang melekat dalam Kerajaan
Hindu adalah sistem feodalisme. Pengelompokan manusia sesuai dengan
derajatnya tersebut.
Feodalisme yang
terjadi pada zaman Kerajaan Hindu adalah pembagian kasta dan menguasai
Nusantara sekitar 10 abad lamanya. Feodalisme pun membekas keras dalam
benak manusia Indonesia, pengaruhnya pun tidak mudah dihapus begitu saja,
sehingga feodalisme masih ada dan berubah menjadi neo-feodalisme menjelang abad
ke 21 ini. Contoh dari unsur feodalisme yang menonjolkan tentang jenjang
atau tingkat masyarakat seperti apabila ada seorang menteri atau pejabat
mengadakan pesta pora pernikahan anaknya, seluruh karyawan atau “balakeningratannya”
akan ikut serta dalam kegiatan tersebut, mereka diberi seragam sesuai dengan
fungsi dan derajatnya, ada yang menjadi ketua panitia, penerima tamu tertentu,
penerima tamu biasa dan seterusnya (contoh konkritnya seperti pernikahan Ibas
dan Aliya). Dengan kata lain manusia Indonesia itu terbiasa dengan
pengkotak-kotakkan dalam fungsi dan derajatnya sebagai karyawan dan juga
sebagai pelayan “Bapak” seperti lazimnya dalam sistem feodalisme.
Selama 32 tahun
manusia Indonesia pun seperti di “brain-washed” (Cuci otak keadaannya) oleh
yang berkuasa melalui berbagai tradisi patuh pada pemimpin. Seperti telah
dikemukakan terdahulu dalam sistem feodalisme kuno rakyat berorientasi ke atas
ialah sang raja yang dianggap keturunan dewa yang bersifat keramat dan yang
merupakan puncak dari segala hal dalam Negara dan merupakan pusat dari alam
semesta.
2.4. Pendapat Penulis Mengenai
Feodalisme (Setuju atau Tidak)
Saya setuju
mengenai feodalisme ini, karena saya menganggap jika tidak ada kaum penguasa
tanah, kaum petani / buruh pasti tidak dapat bertahan hidup. Pada masa
system feudal ini, kaum buruh harus sangat berterimakasih kepada kaum bangsawan
karena atas jasanya, ia dapat bertahan hidup memenuhi kebutuhan sehari-hari
bersama anggota keluarganya. Jika tidak ada kaum penguasa tanah,
dipastikan kaum buruh tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan tuan tanah.
Mengenai pemilik
tanah, sebenarnya pemilikan tanah / penguasaan tanah tersebut hanya bersifat
pinjaman dan diperoleh pada saat upacara pemberiaan kekuasaan atas tanah.
Dalam perkembangan selanjutnya, tidak hanya tanah yang dipinjamkan melainkan
juga pangkat dan kedudukan yang lama-kelamaan bersifat turun-temurun.
Jelas dalam hal ini sangat bermanfaat sekali bagi kaum bangsawan tersebut,
karena selain tanah yang dapat dipinjamkan, pangkat dan kedudukan juga dapat di
pinjamkan, apalagi bersifat turun-temurun dan hal itu juga sangat bermanfaat
bagi keturunan kaum bangsawan kelak. Jadi sudah pasti keturunan kaum
bangsawan sudah dijamin hidupnya dikemudian hari. Selain itu kaum
bangsawan juga dapat diuntungkan karena system feudal ini mengangung-agugkan
jabatan, sehingga meskipun dalam bekerja tidak terdapat prestasinya, yang
terpenting adalah pangkat dan jabatan.
Jadi dapat
dijelaskan secara sederhana bahwa feodalisme adalah 1) system social atau
politik yang memberikan kekuasaan besar kepada golongan bangsawan; 2) system
social yang mengagung-agungkan pangkat. Sehingga dalam system feodal ini
termasuk system simbiosis mutualisme karena antara kedua belah pihak (kaum
bangsawan dan buruh) saling diuntungkan. Tanpa tuan tanah, kaum buruh
tidak dapat bertahan hidup, karena hidup kaum buruh sangat bergantung pada tuan
tanah, sehingga dapat dikatakan bahwa tuan tanah dapat mensejahterakan nasib
buruh. Untuk tuan tanah sendiri, mereka dapat keuntungan dengan
mendapatkan pinjaman berupa tanah yang kemudian mendapatkan pangkat dan
kedudukan secara turun temurun, sehingga jelas keturunan tuan tanah kelak akan
mendapatkan nasib yang baik dan jelas seperti para tetuanya.
BAB 3 PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Secara umum
sistem feodal yang terjadi pada abad pertengahan, yang mana suatu sistem dalam
masyarakat saat itu terdapat dua kelas sosial yaitu kelas penguasa tuan tanah
dan kelas pekerja yakni para budak belian. Hubungan diantara tuan tanah
dengan hambanya sering bersifat eksploitasi yang ekstrim. Tapi pada
dasarnya masih terlihat suatu hubungan yang saling menguntungkan, masing-masing
pihak memberikan imbalan-imbalan yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan
dalam keadaan dimana organisasi dan stabilitas politik sudah tidak terorganisir
lagi.
Feodalisme memang
berlangsung di abad pertengahan dari peradaban bangsa Barat dengan ciri khasnya
yaitu hierarki militer berbentuk piramida dengan raja sebagai puncak piramida,
disusul kaum bangsawan, rakyat jelata dan budak belian. Sementara
sekarang, feodalisme mengambil bentuk yang baru yang sering disebut neo
feodalisme di mana kekuasaan berada di tangan sekelompok orang yang diwadahi
suatu faksi atau partai politik.
Sebagai sebuah
ideology, feodalisme telah hidup dalam waktu yang cukup lama walau dalam
perkembangannya di beberapa kurun waktu, tempat dan kebudayaan yang berbeda, ia
mendapatkan nuansa-nuansa yang juga berbeda. Di Indonesia, feodalisme
menjadi sebuah bentuk “pemberangusan”. Setidaknya ada tiga hal yang
diberangus oleh feodalisme ini,yaitu 1) daya kritis; 2) daya kreatif; 3) sikap
fundamentalisme. Feodalisme tidak hanya berkembang di Eropa, bahkan
praktek feodalisme di Cina berkembang pada jauh abad sebelum masehi.
Selain itu, di Indonesia sendiri feodalisme pertama kali berkembang pada
masa kerajaan Hindu dengan pembagian kasta-kasta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar