EKSISTENSIALISME
Definisi eksistensialisme tidak mudah dirumuskan,
bahkan kaum eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa
sebenarnya eksistensialisme itu. Sekalipun demikian, ada sesuatu yang
disepakati, baik filsafat eksistensi maupun filsafat eksistensialisme sama-sama
menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral Namun tidak ada salahnya,
untuk memberikan sedikit gambaran tentang eksistensialisme ini, berikut akan
dipaparkan pengertiannya.
Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang
berasal dari bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti
berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri.
Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya
sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa
Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa
cara berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam
jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi
dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam
keadaan membelum; ia selalu sedang ini atau sedang itu.
Untuk lebih memberikan kejelasan tentang filsafat
eksistensialisme ini, perlu kiranya dibedakan dengan filsafat eksistensi. Yang
dimaksud dengan filsafat eksistensi adalah benar-benar seperti arti katanya,
yaitu filsafat yang menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral.
Sedangkan filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan
bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di
dunia; sapi dan pohon juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia
berada di dalam dunia; ia mengalami beradanya di dunia itu; manusia menyadari
dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti
yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu dan salah satu di
antaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Artinya bahwa
manusia sebagai subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar.
Barang-barang yang disadarinya disebut obyek.
a.Latar Belakang Lahirnya
Eksistensialisme
Filsafat eksistensialisme adalah salah satu aliran
filsafat yang mengguncangkan dunia walaupun filsafat ini tidak luar biasa dan
akar-akarnya ternyata tidak dapat bertahan dari berbagai kritik.
Filsafat selalu lahir dari suatu krisis. Krisis
berarti penentuan. Bila terjadi krisis, orang biasanya meninjau kembali pokok
pangkal yang lama dan mencoba apakah ia dapat tahan uji. Dengan demikian
filsafat adalah perjalanan dari satu krisis ke krisis yang lain. Begitu juga
filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau merupakan reaksi atas
aliran filsafat yang telah ada sebelumnya atau situasi dan kondisi dunia,
yaitu:
1. Materialisme
Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada
akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Memang orang materialis
tidak mengatakan bahwa manusia sama dengan benda, akan tetapi mereka mengatakan
bahwa pada akhirnya, jadi pada prinsipnya, pada dasarnya, pada instansi yang
terakhir manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata lain materi;
betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang
sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
2. Idealisme
Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek,
hanya sebagai kesadaran; menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara
berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi
sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran.
3. Situasi dan Kondisi Dunia
Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi
dan kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada
waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Tingkah laku manusia telah menimbulkan
rasa muak atau mual. Penampilan manusia penuh rahasia, penuh imitasi yang
merupakan hasil persetujuan bersama yang palsu yang disebut konvensi atau
tradisi. Manusia berpura-pura, kebencian merajalela, nilai sedang mengalami
krisis, bahkan manusianya sendiri sedang mengalami krisis. Sementara itu agama
di sana dan di tempat lain dianggap tidak mampu memberikan makna pada
kehidupan.
b. Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan
Ajarannya
Tokoh-tokoh eksistensialisme ini cukup banyak, di
antaranya: Kierkegaard, Friedrich Nietzsche, Karl Jaspers, Martin Heidegger,
Gabriel Marcel, dan Sartre. Namun dalam makalah ini penulis membatasi pada dua
tokoh ini yang dipandang mewakili tokoh-tokoh lainnya, yaitu Soren Aabye
Kierkegaard dan Jean Paul Sartre.
1. Soren Aabye Kierkegaard
Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di
Kopenhagen, Denmark. Ia lahir ketika ayahnya berumur 56 tahun dan ibunya 44
tahun. Ia mulai belajar teologi di Universitas Kopenhagen. Ia menentang keras
pemikiran Hegel yang mendominasi di Universitas tersebut. Dalam kurun waktu ini
ia apatis terhadap agama, ingin hidup bebas dari lingkungan aturan agama.
Setelah mengalami masa krisis religius, ia kembali menekuni ilmu pengetahuan
dan menjadi Pastor Lutheran.
Pada tahun 1841 ia mempublikasikan buku pertamanya
(disertasi MA) Om Begrebet Ironi (The Concept of Irony). Karya ini sangat
orisinal dan memperlihatkan kecemerlangan pemikirannya. Ia mengecam keras
asumsi-asumsi pemikiran Hegel yang bersifat umum. Karya agungnya terjelma dalam
Afsluttende Uvidenskabelig Efterskriff (Consluding Unscientific Postcript)
tahun 1846, mengungkapkan ajaran-ajarannya yang bermuara pada kebenaran subyek.
Karya-karya lainnya adalah Enten Eller (1843) dan Philosophiske Smuler (1844).
Sedangkan buku-buku yang bernada kristiani adalah Kjerlighedens Gjerninger
(Work of Love) 1847, Christelige Taler (Christian Discourses) 1948, dan
Sygdomen Til Doden (The Sickness into Death) tahun 1948).
Ide-ide pokok Soren Aabye Kierkegaard adalah sebagai berikut:
Ide-ide pokok Soren Aabye Kierkegaard adalah sebagai berikut:
a. Tentang Manusia.
Kierkegaard menekankan posisi penting dalam diri
seseorang yang “bereksistensi” bersama dengan analisisnya tentang segi-segi
kesadaran religius seperti iman, pilihan, keputusasaan, dan ketakutan.
Pandangan ini berpengaruh luas sesudah tahun 1918, terutama di Jerman. Ia
mempengaruhi sejumlah ahli teologi protestan dan filsuf-filsuf eksistensial
termasuk Barh, Heidegger, Jaspers, Marcel, dan Buber.
Alur pemikiran Kierkegaard mengajukan persoalan
pokok dalam hidup; apakah artinya menjadi seorang Kristiani? Dengan tidak
memperlihatkan “wujud” secara umum, ia memperhatikan eksistensi orang sebagai
pribadi. Ia mengharapkan agar kita perlu memahami agama Kristen yang otentik.
Ia berpendapat bahwa musuh bagi agama Kristiani ada dua, yaitu filsafat Hegel
yang berpengaruh pada saat itu. Baginya, pemikiran abstrak, baik dalam bentuk
filsafat Descartes atau Hegel akan menghilangkan personalitas manusia dan
membawa kita kepada kedangkalan makna kehidupan. Dan yang kedua adalah
konvensi, khususnya adat kebiasaan jemaat gereja yang tidak berpikir secara
mendalam, tidak menghayati agamanya, yang akhirnya ia memiliki agama yang
kosong dan tak mengerti apa artinya menjadi seorang kristiani.
Kierkegaard bertolak belakang dengan Hegel.
Keberatan utama yang diajukannya adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang
kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard
manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku
individual” yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu
yang lain. Kierkegaard sangat tidak suka pada usaha-usaha untuk menjadikan
agama Kristen sebagai agama yang masuk akal (reasonable) dan tidak menyukai
pembelaan terhadap agama Kristiani yang menggunakan alasan-alasan obyektif.
Penekanan Kierkegaard terhadap dunia Kristiani, khususnya gereja-gerejanya, pendeta-pendetanya, dan ritus-ritus (ibadat-ibadat)nya sangat mistis. dia tidak menerima faktor perantara seperti pendeta, sakramen, gereja yang menjadi penengah antara seorang yang percaya dan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Penekanan Kierkegaard terhadap dunia Kristiani, khususnya gereja-gerejanya, pendeta-pendetanya, dan ritus-ritus (ibadat-ibadat)nya sangat mistis. dia tidak menerima faktor perantara seperti pendeta, sakramen, gereja yang menjadi penengah antara seorang yang percaya dan Tuhan Yang Maha Kuasa.
b. Pandangan tentang Eksistensi
Kierkegaard mengawali pemikirannya bidang eksistensi
dengan mengajukan pernyataan ini; bagi manusia, yang terpenting dan utama
adalah keadaan dirinya atau eksistensi dirinya. Eksistensi manusia bukanlah
statis tetapi senantiasa menjadi, artinya manusia itu selalu bergerak dari
kemungkinan kenyataan. Proses ini berubah, bila kini sebagai sesuatu yang
mungkin, maka besok akan berubah menjadi kenyataan. Karena manusia itu memiliki
kebebasan, maka gerak perkembangan ini semuanya berdasarkan pada manusia itu
sendiri. Eksistensi manusia justru terjadi dalam kebebassannya. Kebebasan itu
muncul dalam aneka perbuatan manusia. Baginya bereksistensi berarti berani
mengambil keputusan yang menentukan bagi hidupnya. Konsekuensinya, jika kita
tidak berani mengambil keputusan dan tidak berani berbuat, maka kita tidak bereksistensi
dalam arti sebenarnya.Kierkegaard membedakan tiga bentuk eksistensi, yaitu
estetis, etis, dan rligius.
· Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Manusia hidup dalam lingkungan dan masyarakat, karena itu fasilitas yang dimiliki dunia dapat dinikmati manusia sepuasnya. Di sini eksistensi estetis hanya bergelut terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan kenikmatan pengalaman emosi dan nafsu. Eksistensi ini tidak mengenal ukuran norma, tidak adanya keyakinan akan iman yang menentukan.
· Eksistensi etis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka ia juga memperhatikan dunia batinnya. Untuk keseimbangan hidup, manusia tidak hanya condong pada hal-hal yang konkrit saja tapi harus memperhatikan situasi batinnya yang sesuai dengan norma-norma umum. Sebagai contoh untuk menyalurkan dorongan seksual (estetis) dilakukan melalui jalur perkawinan (etis).
· Eksistensi religius. Bentuk ini tidak lagi membicarakan hal-hal konkrit, tetapi sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Ia bergerak kepada yang absolut, yaitu Tuhan. Semua yang menyangkut Tuhan tidak masuk akal manusia. Perpindahan pemikiran logis manusia ke bentuk religius hanya dapat dijembatani lewat iman religius.
· Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Manusia hidup dalam lingkungan dan masyarakat, karena itu fasilitas yang dimiliki dunia dapat dinikmati manusia sepuasnya. Di sini eksistensi estetis hanya bergelut terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan kenikmatan pengalaman emosi dan nafsu. Eksistensi ini tidak mengenal ukuran norma, tidak adanya keyakinan akan iman yang menentukan.
· Eksistensi etis. Setelah manusia menikmati fasilitas dunia, maka ia juga memperhatikan dunia batinnya. Untuk keseimbangan hidup, manusia tidak hanya condong pada hal-hal yang konkrit saja tapi harus memperhatikan situasi batinnya yang sesuai dengan norma-norma umum. Sebagai contoh untuk menyalurkan dorongan seksual (estetis) dilakukan melalui jalur perkawinan (etis).
· Eksistensi religius. Bentuk ini tidak lagi membicarakan hal-hal konkrit, tetapi sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Ia bergerak kepada yang absolut, yaitu Tuhan. Semua yang menyangkut Tuhan tidak masuk akal manusia. Perpindahan pemikiran logis manusia ke bentuk religius hanya dapat dijembatani lewat iman religius.
2. Jean Paul Sartre
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905
di Paris. Ia berasal dari keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar
Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa
modern di Universitas Sorbone. Ketika ia masih kecil ayahnya meninggal,
terpaksa ia diasuh oleh ibunya dan dibesarkan oleh kakeknya. Di bawah pengaruh
kakeknya ini, Sartre dididik secara mendalam untuk menekuni dunia ilmu
pengetahuan dan bakat-bakatnya dikembangkan secara maksimal. Pengalaman masa
kecil ini memberi ia banyak inspirasi. Diantaranya buku Les Most (kata-kata)
berisi nada negatif terhadap hidup masa kanak-kanaknya.
Meski Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan
dan ia sendiri dibaptiskan menjadi katolik, namun dalam perkembangan
pemikirannya ia justru tidak menganut agama apapun. Ia atheis. Ia memngaku sama
sekali tidak percaya lagi akan adanya Tuhan dan sikap ini muncul semenjak ia
berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra adalah agama baru, karena itu ia
menginginkan untuk menghabiskan hidupnya sebagai pengarang.
Sartre tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup
bersama Simone de Beauvoir tanpa nikah. Mereka menolak menikah karena bagi
mereka pernikahan itu dianggap suatu lembaga borjuis saja. Dalam perkembangan
pemikirannya, ia berhaluan kiri. Sasaran kritiknya adalah kaum kapitalis dan
tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga mengeritik idealisme dan para pemikir
yang memuja idealisme.
Pada tahun 1931 ia mengajar sebagai guru filsafat di
Laon dan Paris. Pada periode ini ia bertemu dengan Husserl. Semenjak pertemuan
itu ia mendalami fenomenologi dalam mengungkapkan filsafat
eksistensialisme-nya. Ia menjadi mashur melalui karya-karya novel dan tulisan
dramanya. Dalam bidang filsafat, karyanya yang sangat terkenal adalah Being and
notthingness, buku ini membicarakan tentang alam dan bentuk eksistensinya.
Eksistensialisme dan Humanism yang berisi tentang
manusia. Ia juga termasuk tokoh yang membantu gerakan-gerakan haluan kiri dan
pembela kebebasan manusia. Dengan lantang ia mengatakan bahwa manusia tidak
mempunyai sandaran keagamaan atau tidak dapat mengendalikan pada kekuatan yang
ada di luar dirinya, manusia harus mengandalkan kekuatan yang ada dalam
dirinya. Karya-karya yang lain adalah Nausea, No Exit, The Files, dan The Wall.Ide-ide
pokok Sartre adalah sebagai berikut:
a. Tentang Manusia
Bagi Sartre, manusia itu memiliki kemerdekaan untuk
membentuk dirinya, dengan kemauan dan tindakannya. Kehidupan manusia itu
mungkin tidak mengandung arti dan bahkan mungkin tidak masuk akal. Tetapi yang
jelas, manusia dapat hidup dengan aturan-aturan integritas, keluhuran budi, dan
keberanian, dan dia dapat membentuk suatu masyarakat manusia. Dalam novel
semi-otobiografi La Nausee (1938) dan essei L’Eksistensialisme est un Humanism
(1946), ia menyatakan keprihatinan fundamental terhadap eksistensi manusiawi
dan kebebasan kehendak. Menurutnya, manusia tidak memiliki apa-apa sejak ia
lahir. Dan sepertinya, dari kodratnya manusia bebas dalam pilihan-pilihan atas
tindakannya atau memikul beban tanggung jawab.
Sartre mengikuti Nietzsche yakni mengingkari adanya
Tuhan. Manusia tak ada hubungannya dengan kekuatan di luar dirinya. Ia
mengambil kesimpulan lebih lanjut, yakni memandang manusia sebagai kurang
memiliki watak yang semestinya. dia harus membentuk pribadinya dan memilih
kondisi yang sesuai dengan kehidupannya. Maka dari itu “tak ada watak manusia”,
oleh karena tak ada Tuhan yang memiliki konsepsi tentang manusia. Manusia hanya
sekedar ada. Bukan karena ia itu sekedar apa yang ia konsepsikan setelah
ada—seperti apa yang ia inginkan sesudah meloncat ke dalam eksistensi”. Sartre
mengingkari adanya bantuan dari luar diri manusia. Manusia harus bersandar pada
sumber-sumbernya sendiri dan bertanggung jawab sepenuhnya bagi
pilihan-pilihannya. Karena itu bagi Sartre, pandangan eksistensialis adalah
suatu doktrin yang memungkinkan kehidupan manusia. Eksistensialime mengajarkan
bahwa tiap kebenaran dan tiap tindakan mengandung keterlibatan lingkungan dan
subyektifitas manusia.
b. Kebebasan
Dalam pemikiran Sartre selalu bermuara pada konsep
kebebasan. Ia mendefinisikan manusia sebagai kebebasan. Sartre memberikan
perumusan bahwa pada manusia itu eksistensi mendahului esensi, maksudnya
setelah manusia mati baru dapat diuraikan ciri-ciri seseorang. Perumusan ini
menjadi intisari aliran eksistensialisme dari Sartre.
Kebebasan akan memberi rasa hormat pada dirinya dan
menyelamatkan diri dari sekedar menjadi obyek. Kebebasan manusia tampak dalam
rasa cemas. Maksudnya karena setiap perbuatan saya adalah tanggung jawab saya
sendiri. Bila seseorang menjauhi kecemasan, maka berarti ia menjauhi kebebasan.
Kebebasan merupakan suatu kemampuan manusia dan merupakan sifat kehendak.
Posisi kebebasan itu tidak dapat tertumpu pada sesuatu yang lain, tetapi pada
kebebasan itu sendiri.
Sartre mengakui pemikiran Mark lebih dekat dengan
keadaan masyarakat dan satu-satunya filsafat yang benar dan definitif. Filsafat
Mark telah memberikan kesatuan konkrit dan dialektis antara ide-ide dengan
kenyataan pada masyarakat. Mark telah menekankan konsep keberadaan sosial
ketimbang kesadaran sosial. Dan bagi Sartre, Mark adalah seorang pemikir yang
berhasil meletakkan makna yang sebenarnya tentang kehidupan dan sejarah. Meski
demikian, Sartre tidak menganggap pemikiran Mark sebagai akhir suatu pandangan
filsafat, karena setelah cita-cita masyarakat tanpa kelas versi Mark terbentuk,
maka persoalan filsafat bukan lagi soal kebutuhan manusia akan makan dan
pakaian, tetapi persoalan filsafat mungkin dengan memunculkan tema yang baru,
seperti soal kualitas hidup manusia masa depan. Tetapi pemikiran Mark itu
dinilai relevan untuk masa kini.
Monisme
Monisme (monism) berasal dari kata Yunani
yaitu monos (sendiri, tunggal) secara istilah monisme adalah suatu paham
yang berpendapat bahwa unsur pokok dari segala sesuatu adalah unsur yang
bersifat tunggal/ Esa. Unsur dasariah ini bisa berupa materi, pikiran, Allah,
energi dll. Bagi kaum materialis unsur itu adalah materi, sedang bagi kaum
idealis unsur itu roh atau ide. Orang yang mula-mula menggunakan terminologi
monisme adalah Christian Wolff (1679-1754). Dalam aliran ini tidak
dibedakan antara pikiran dan zat. Mereka hanya berbeda dalam gejala disebabkan
proses yang berlainan namun mempunyai subtansi yang sama. Ibarat zat dan energi
dalam teori relativitas Enstein, energi hanya merupakan bentuk lain dari zat.Atau
dengan kata lain bahwa aliran monisme menyatakan bahwa hanya ada satu kenyataan
yang fundamental.
Adapun para filsuf yang menjadi tokoh dalam aliran
ini antara lain: Thales (625-545 SM), yang menyatakan bahwa kenyataan yang
terdalam adalah satu subtansi yaitu air. Pendapat ini yang disimpulkan oleh
Aristoteles (384-322 SM) , yang mengatakan bahwa semuanya itu air. Air yang
cair itu merupakan pangkal, pokok dan dasar (principle) segala-galanya.
Semua barang terjadi dari air dan semuanya kembali kepada air pula. Bahkan bumi
yang menjadi tempat tinggal manusia di dunia, sebagaian besar terdiri dari air
yang terbentang luas di lautan dan di sungai-sungai. Bahkan dalam diri
manusiapun, menurut dr Sagiran, unsur penyusunnya sebagian besar berasal dari
air. Tidak heran jika Thales, berkonklusi bahwa segala sesuatu adalah air,
karena memang semua mahluk hidup membutuhkan air dan jika tidak ada air maka
tidak ada kehidupan.
Sementara itu Anaximandros (610-547 SM) menyatakan
bahwa prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhitung dan tak
terbatas yang disebutnya sebagai apeiron yaitu suatu zat yang tak
terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan dan tidak ada persamaannya
dengan suatu apapun. Berbeda dengan gurunya Thales, Anaximandros, menyatakan
bahwa dasar alam memang satu akan tetapi prinsip dasar tersebut bukanlah dari
jenis benda alam seperti air. Karena menurutnya segala yang tampak (benda)
terasa dibatasi oleh lawannya seperti panas dibatasi oleh yang dingin. Aperion
yang dimaksud Anaximandros, oleh orang Islam disebutnya sebagai Allah. Jadi
bisa dikatakan bahwa pendapat Anaximandros yang mengatakan bahwa terbentuknya
alam dari jenis yang tak terbatas dan tak terhitung, dibentuk oleh Tuhan Yang
Maha Esa. Hal ini pula yang dikatakan Ahmad Syadali dan Mudzakir (1997) bahwa
yang dimaksud aperion adalah Tuhan.
Anaximenes (585-494 SM), menyatakan bahwa barang
yang asal itu mestilah satu yang ada dan tampak (yang dapat diindera). Barang
yang asal itu yaitu udara. Udara itu adalah yang satu dan tidak terhingga.
Karena udara menjadi sebab segala yang hidup. Jika tidak ada udara maka tidak
ada yang hidup. Pikiran kearah itu barang kali dipengaruhi oleh gurunya
Anaximandros, yang pernah menyatakan bahwa jiwa itu serupa dengan udara.
Sebagai kesimpulan ajaranya dikatakan bahwa sebagaimana jiwa kita yang tidak
lain dari udara, menyatukan tubuh kita. Demikian udara mengikat dunia ini
menjadi satu. Sedang filsuf moderen yang menganut aliran ini adalah B.
Spinoza yang berpendapat bahwa hanya ada satu substansi yaitu Tuhan. Dalam
hal ini Tuhan diidentikan dengan alam (naturans naturata).
DUALISME
Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin
yaitu duo (dua). Dualisme adalah ajaran yang menyatakan realitas itu
terdiri dari dua substansi yang berlainan dan bertolak belakang. Masing-masing
substansi bersifat unik dan tidak dapat direduksi, misalnya substansi adi
kodrati dengan kodrati, Tuhan dengan alam semesta, roh dengan materi, jiwa
dengan badan dll. Ada pula yang mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang
menggabungkan antara idealisme dan materialisme, dengan mengatakan bahwa alam
wujud ini terdiri dari dua hakikat sebagai sumber yaitu hakikat materi dan
ruhani.
Dapat dikatakan pula bahwa dualisme adalah paham
yang memiliki ajaran bahwa segala sesuatu yang ada, bersumber dari dua hakikat
atau substansi yang berdiri sendiri-sendiri. Orang yang pertama kali
menggunakan konsep dualisme adalah Thomas Hyde (1700), yang
mengungkapkan bahwa antara zat dan kesadaran (pikiran) yang berbeda secara
subtantif. Jadi adanya segala sesuatu terdiri dari dua hal yaitu zat dan
pikiran. Yang termasuk dalam aliran ini adalah Plato (427-347 SM), yang
mengatakan bahwa dunia lahir adalah dunia pengalaman yang selalu berubah-ubah
dan berwarna-warni. Semua itu adalah bayangan dari dunia idea. Sebagai
bayangan, hakikatnya hanya tiruan dari yang asli yaitu idea. Karenanya maka
dunia ini berubah-ubah dan bermacam-macam sebab hanyalah merupakan tiruan yang
tidak sempurna dari idea yang sifatnya bagi dunia pengalaman. Barang-barang
yang ada di dunia ini semua ada contohnya yang ideal di dunia idea sana (dunia
idea).
Lebih lanjut Plato mengakui adanya dua substansi
yang masing-masing mandiri dan tidak saling bergantung yakni dunia yang dapat
diindera dan dunia yang dapat dimengerti, dunia tipe kedua adalah dunia idea
yang bersifat kekal dan hanya ada satu. Sedang dunia tipe pertama adalah dunia
nyata yang selalu berubah dan tak sempurna. Apa yang dikatakan Plato dapat dimengerti
seperti yang dibahasakan oleh Surajiyo (2005), bahwa dia membedakan antara
dunia indera (dunia bayang-bayang) dan dunia ide (dunia yang terbuka bagi rasio
manusia). Rene Descartes (1596-1650 M) seorang filsuf Prancis, mengatakan bahwa
pembeda antara dua substansi yaitu substansi pikiran dan substansi luasan
(badan). Jiwa dan badan merupakan dua sebstansi terpisah meskipun didalam diri
manusia mereka berhubungan sangat erat.
Dapat dimengerti bahwa dia membedakan antara
substansi pikiran dan substansi keluasan (badan). Maka menurutnya yang bersifat
nyata adalah pikiran. Sebab dengan berpikirlah maka sesuatu lantas ada, cogito
ergo sum! (saya berpikir maka saya ada). Leibniz (1646-1716) yang
membedakan antara dunia yang sesungguhnya dan dunia yang mungkin. Immanuel Kant
(1724-1804) yang membedakan antara dunia gejala (fenomena) dan dunia hakiki
(noumena).
PLURALISME
Pluralisme (Pluralism) berasal dari kata Pluralis
(jamak). Aliran ini menyatakan bahwa realitas tidak terdiri dari satu substansi
atau dua substansi tetapi banyak substansi yang bersifat independen satu sama
lain. Sebagai konsekuensinya alam semesta pada dasarnya tidak memiliki
kesatuan, kontinuitas, harmonis dan tatanan yang koheren, rasional,
fundamental.
Didalamnya hanya terdapat pelbagi jenis tingkatan
dan dimensi yang tidak dapat diredusir. Pandangan demikian mencangkup puluhan
teori, beberapa diantaranya teori para filosuf yunani kuno yang menganggap
kenyataan terdiri dari udara, tanah, api dan air. Dari pemahaman di atas dapat
dikemukakan bahwa aliran ini tidak mengakui adanya satu substansi atau dua
substansi melainkan banyak substansi, karena menurutnya manusia tidak hanya
terdiri dari jasmani dan rohani tetapi juga tersusun dari api, tanah dan udara
yang merupakan unsur substansial dari segala wujud.
Para filsuf yang termasuk dalam aliran ini antara
lain: Empedakles (490-430 SM), yang menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari
empat unsur, yaitu api, udara, air dan tanah. Anaxogoras (500-428 SM), yang
menyatakan hakikat kenyataan terdiri dari unsur-unsur yang tidak terhitung
banyaknya, sebab jumlah sifat benda dan semuanya dikuasai oleh suatu tenaga
yang dinamakannodus yaitu suatu zat yang paling halus yang memiliki
sifat pandai bergerak dan mengatur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar