TRADISI KORUPSI DERITA NEGERI “Sebuah kajian pengenalan korupsi,
pandangan para ahli dan solusi”
Pendahuluan
Korupsi, kata yang satu ini agaknya tak lekang di makan zaman.
Seolah bagai bunga yang tak pernah layu dan selalu segar, terlebih jika bahasan
korupsi itu di di kultuskan kedalam bahasan bangsa kita, Indonesia.
Di berbagai belahan dunia, korupsi adalah musuh yang paling
dianggap merusak. Di indonesia sendiri, akibat buruk dari adnya korupsi itu
sendiri telah nampak adanya. Kesengsaraan, kemiskinan, dan lain sebagainya
sebagai bentuk nyata dari adanya korupsi tadi.
Proklamator sekaligus mantan wakil presiden pertama, Mohammad
Hatta dalam suatu kesempatan pernah mengatakan “korupsi telah membudaya
di Indonesia”. Ungkapan ini setidaknya sebagai bentuk keprihatinan beliau
tentang adanya korupsi yang seolah sudah mendarah daging.
Pada tahun 1990, Jenderal M.Jusuf sebagai ketua Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) telah menyerahkan hasil pemeriksaan tahunan yang di lakukan BPK
atas APBN 1988/1989 kepada ketua DPR. Dalam acara itu, beliau mengatakan bahwa
lembaga yang dipimpinnya itu menemukan banyak penyimpangan-penyimpangan
terhadap ketentuan yang berlaku dalam pemakaian dana pembangunan. Diantara
laporannya itu seperti adanya kemacetan penanganan kredit yang macet, proyek
pemerintah daerah yang tidak efektif, instansi-instansi yang melakukan
pengeluaran yang tidak pada tempatnya dan lain sebaginya.[1]
Maka, seperti apa yang telah di paparkan diatas, pengistilahan
korupsi tadi sepertii bunga yang selalu segar. Terbukti, walaupun pembahasan
tentang korupsi itu sudah sedari dulu (salah satunya pada tahun 1990, dan
tidak menutup kemungkinan jauh sebelumnya) sampai pada pemerintahan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono yang membentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
sebagi tindakan tanggung jaqwab beliau tentang pemberantasan korupsi. Walau
belum sepenuhnya menghasilkan pencerahan yang signifikan tentang kurupsi, namun
usaha beliau patut mendapat apresiasi. Atau bisa dikatakan, usaha yang lebih
baik dari pemimpin terdahulu.
Makalah ini tidak akan membahas tentang sejarah korupsi dengan
segala corak busuk dari dulu sampai sekarang, tapi yang akan di sajikan dalam
makalah ini lebih kearah pengetehuan tentang korupsi, baik dari segi definisi,
undang-undang, upaya penanggulangan dan teori tentang pemberantasan korupsi
yang di paparkan para ahli hingga pada taraf solusi “kecil” sebagai bentuk
sumbangsih.Walau kecil, semoga bermanfaat. Dan bukankah suatu yang basar
dimulai dari yang terkecil terlebih dahulu?
Pembahasan
A. Definisi dan pengertian
korupsi
Istilah korupsi berasal dari bahasa belanda yang meminjam kata
perancis yaitu “corrupteur”. Sedang kata aslinya berasal dari bahasa latin
yaitu “corruptor”. Menurut pakar yang ahli bahasa latin, korupsi
berasal dari kata “corruptio” yang berarti pengrusakan, pemikatan atau
penyuapan agar berbuat sesuatu yang tidak baik[2].
Korupsi dapat didefinisikan dalam arti hukum dan berdasarkan
norma. Pada beberapa masyarakat kedua definisi itu dapat berbentuk pengertian
yang serupa. Padahal, menurut hukum, korupsi adalah tingkah laku yang mengurus
kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain oleh pejabat pemerintah
yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tungkah laku tersebut. Sedangkan
menurut norma, pejabat pemerintah dapat dianggap korup, apakah hukum dilanggar
atau tidak dalam proses. Orang yang korup menurut hukum dapat menimbulkan
tindakan tercela yang tidak menurut norma. Orang yang dianggap korup oleh
standar normatif dapat bersih menurut hukum[3].
Mengenai arti dan definisi korupsi, terdapat banyak sekali
ragamnya yang di sajikan oleh para ahli hukum. Namun, dalam arti luas, korupsi
berarti menggunakan jabatan untuk keuntungan pribadi. Jabatan adalah kedudukan
kepercayaan yang di berikan kepada seseorang untuk bertindak atas nama lembaga
baik lembaga pemerintahan ataupun lembaga swasta. Atau dapat di artikan juga
dengan mengambil uang (memungut) bagi pelayanan yang seharusnya sudah tidak ada
pungutan, atau menggunakan wewenag untuk mencapai suatu tujuan yang tidak sah
secara hukum[4]. Apapun
definisi yang di paparkan para pemuka hukum tentang pengertian korupsi, yang
jelas adanya korupsi menimbulkan ketidak adilan dan ketimpangan.
Agar suatu tindakan dapat terlebih dahulu terbaca, dalam
kaitannya dengan tindak pidana korupsi, para ahli hukum mengungkapkan beberapa
ciri-ciri agar suatu tindak kejahatn itu bisa di golongkan kedalam korupsi atau
tidak. Diantara ciri-cirinya adalah :
· Korupsi
senantiasa melibatkan lebih dari satu orang, hal ini tidak sama dengan kasus
penipuan atau pencurian.
· Korupsi
pada umumnya melibatkan keserba rahasiaan atau bersikap tertutup. Jadi, motip
korupsi tetap terjaga kerahasiaannya.
· Setiap
bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.
· Yang
terlibat korupsi adalah orang-orang yang menginginkan keputusan secara tagas
dan yang mampu mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
· Yang
mempraktekan korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan
berlindung dibalik pembenaran hukum.
· Setiap
tindakan korupsi mengandung penipuan dan biasanya pada badan publik atau yang
melayani kepentingan masyarakat umum.
· Suatu
tindakan korupsi jelas melanggar norma tugas dan tanggung jawab dalam tatanan
masyarakat yang didasarkan dapa niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan
umum dibawah kepentingan khusus[5].
B. Sebab-sebab terjadinya
korupsi di indonesia
Sebagai sebuah tindakan hukum, tentu saja adanya korupsi tidak
serta merta dilakukan begitu saja oleh pelakunya, pasti didasari oleh faktor
yang menyebabkan seseorang melakukan tidakan korupsi. Sesungguhnya banyak
sekali sebab yang mendorong seseorang untuk berbuat tindakan korupsi, namun
pada tulisan ini tidak seluruh sebab tersebut kami tulis. Hanya sebab-sebab
yang berpeluang besar dan yang dianggap sebagai sebab yang inti saja yang akan
di paparkan, diantaranya :
· Ketiadaan
atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan
inspirasi yang dapat mempengaruhi tingkah laku bawahannya.
· Kurang
maksimalnya pengaruh pendidikan terhadap warga nagara, sehingga nilai-nilai
positif dari pendidikan itu sendiri seolah seolah hilang.
· Kemiskinan
yang bersifat struktural.
· Struktur
pemerintahan yang lunak dan mengesankan berpihak pada satu golongan tertentu.
· Penegakan
dan sanksi hukum yang lemah.
· Pemahaman
ajaran agama dan etika yang semekin melemah.
· Kondisi
masyarakat, karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberi cerminan keadaan
masyarakat secara keseluruhan[6].
Dari sekian sebab yang di ketengahkan, setidaknya penulis dapat
mempriotritaskan sebab mana saja yang berpotensi paling besar untuk memunculkan
korupsi. Sebab yang potensial itu adalah :
ü Lemahnya aparat penegak hukum.
Hukum adalah patokan yang paling berpengaruh, bahkan pengaruhnya
amat sangat dominan. Dan kelemahan yang ada pada negri ini bisa dilihat dari
lemahnya sanksi terhadap tidak pidana korupsi. Kelemahan itu, bisa bersumber
dari perangkat hukum selaku yang menangani atau juag bisa dari segi hukuman
yang terkesan ringan dan tidak menimbulan efek jera. Jika kelemahan itu berasal
dari sanksinya, maka tidak ada salahnya mengganti sanksi yang sudah ada dengan
sanksi yang lebih baik. Misal pengadaan hukuman mati, seperti
pancung, tembak mati, gantung atau lainnya.
ü Pengaruh ajaran agama dan etika yang kurang di
pahami oleh warga negara.
Entah siapa yang patut disalahkan, namun kenyataannya bahwa
warga negara ini yang dikenal sebagai negara yang didominasi oleh muslim dan
memiliki budaya ketimuran secara bertahap mengalami kemunduran.
ü Pendidikan yang seolah tidak berpengaruh pada
perilaku pelaku korupsi.
seperti yang sudah dimaklumi, plaku tindakan korupsi adalah
bukan sembarang oarang, mereka adalah para sarjana di bidangnya yang seharusnya
dengan gelar akademik yang disandang menjadikan lebih beretika. Namun sayangnya
etika itu seolah dilepas tanpa bekas yang menyebabkanya buas mengambil barang
yang bukan haknya.
C. Undang-undang tindak
pidana korupsi
Pembentuk undang-undang telah menciptakan dan merumuskan tentang
apa yang dinamakan tindak pidana korupsi sebagaimana yang terdapat dalam pasal
(1) ayat (1) dan (2) undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi. Yang bunyinya sebagai berikut :
Pasal 1
Dihukum karena tindak pidana korupsi adalah :
Ayat (1)
a) Barang siapa dengan
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau
suatu bada, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara
dan atau perekonomian negar, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa
perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
b) Barang siapa dengantujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan, secara langsung atau tidak alangsung dapayt merugikan keuangan
nagara atau perekonomian negara.
c) Barang siapa melakuakan
tindakan kejahatan tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417,
418, 419, 420, 423, 425 dan 435 KUHP.
d) Barang siapa memberi
hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti yang dimaksud dalam pasal
2dengan mengingat suatu kekuasaan atau suatu wewenang yang melakat pada
jabatannya atau keduukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap
melekat pada jabatan atau kedudukan itu.
e) Barang siapa tanpa alasan
yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian
atau janji yang diberikan kepadanya, seperti yang tersebut dalam pasal 418,
419, dan 420 KUHP tidak melaporkan pemberian atau janji kepad yang berwajib.
Ayat (2)
Barang siapa melakukan percobaan atau pemufakatan untuk
melakukan tindak pidana tersebut dalam ayat (1) a,b,c,d,e pasal ini.[7]
Dari undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah disebutkan diatas,
nampak bahwa segala yang sesuai dengan kriteria pasal (1) ayat (1) dari “a“
sampai “e” dan ayat (2) adalah kategori tindak pidana korupsi yang
sanksinya telah ditentukan dalam KUHP sesuai dengan pasalnya.
D. Mamarangi korupsi dan solusinya
Sedari dulu, korupsi adalah musuh nyata bagi sebuah negara,
apalagi negara berkembang seperti indonesia. Hal ini tentu saja mengundang
banyak perhatian yang geram dengan geliat korupsi yang terkesan tidak pernah
surut dimakan zaman. Berbagai penanggulangan dengan sederet solusi yang
ditawarkan pun berhamburan keluar dari hasil pemikiran para ahli hukum. Namun,
seolah adanya korupsi ini adalah sebuah benteng baja yang amat kuat dan susah
diruntuhkan. Susah bukan berarti tak bisa, karenanya langkah-langkah dibawah
ini yang di nukil dari para ahli dan sarjana hukum patut dicoba.
Langkah-langkah tersebut adalah :
· Membumi
hanguskan budaya kebal hukum
Sikap aparat penegak hukum yang terkesan pilah-pilih dalam
ketegasan menegakkan supermasi hukum nampaknya perlu diluruskan. Karena bagai
manapun, akibat budaya ini_budaya kebal hukum pada golongan tertentu_ membuat
warga masyarakat menjadi putus asa dan bersikap pasrah[8]. Dan pada
puncaknya akan menjadikan masyarakat tidak lagi mempercayai aparat penegak
hukum. jika kepercayaan itu sudah berubah menjadi ketidak percayaan, maka pada
gilirannya tindakan anarkis pun tak akan dapat di bendung.
· Mengadakan
perubahan
Langkah ini amatlah penting, karena bagaimana pun perubahan
adalah hal yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya dan dirasa perlu jika
suatu tatanan yang lama sudah tidak layak dan mempunyai banyak celah dan
berpotensi dijadikan peluang oleh orang yang tidak bertanggung
jawab. Perubahan disini bukan hanya perubahan tatanan hukumnya saja, tapi tidak
menutup kemungkinan para perangkat penegak hukum yang dinilai “sudah tidak
layak” pun patut diadakan perubahan. Karena sanksi tidak pidana koruspsi yang dinilai
lemah dan tidak memiliki efek jera hanya akan menjadikan korupsi
tetap tumbuh subur . maka tidaka ada salahnya “mencoba” merubah sanksi tindak
pidana korupsi dengan pidana mati, baik tembak mati, gantung atau
pun hukuman pancung.
· Menyeret “koruptor
kakap“ kedepan pengadilan
Untuk membasmi budaya korupsi, pengalaman menunjukkan perlu
sekali menyeret koruptor kakap kedepan pengadilan. Koruptor besar harus
diumumkan namanya dan dihukum, sehingga warga yang sudah tidak percayakembali
percaya, bahwa gerakan anti korupsi yang dilancarkan bak sekdar
hiasan bibir semata[9].
· Mengembalikan
nilai luhur agama dan etika
Yang patut diperhatikan juga adalah mengembalikan kembali
masyarakat yang seolah sudah jauh dari nilai luhur agama yang mereka peluk dan
etika ketimuran yang sopan santun yang sedikit demi sedikit memudar. Ini
penting adanya dan sudah selayaknya menjadi “PR” bersama segenap lapisan lapisan
warga indonesia.
Penutup
Sejak peradaban manusia mengenal benda-benda untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, korupsi telah ada. Pada masa lampau, korupsi
dilakukan dengan cara yang sederhan. Kini, dalam perkembangan budaya yang
makin maju,para koruptor melakukan dengan cara yang lebih rapih dan
terorganisir. Hal ini sejalan dengan meningkatnya ilmu pengetahuan manusia.
Namun demikian, sebagi warga negara indonesi, tentunya kita berupaya untuk
mewujudkan kemakmuran ekonomi berdasrkan rasa keadilan sosial, sebagai mana
yang telah diamanatkan oleh undang-undang dasar 1945 dan pancasila. Dan doa
penuh harap pun terucap, “semoga jalan kearah situ dapat terwujud dengan penuh
rasa aman dan tenteram”.
DAFTAR PUSTAKA
§ Mukhtar Lubis dan James “Korupsi
Plitik” (Buku Obor, Jakarta 1993)
§ Ilham Gunawan “Postur Korupsi Di Indonesia”
(Angkasa, juni 1990 jakarta)
§ Robert Klitgaard Ronald Maclean-Abaroa H. Lindsey
Parris “Penuntun Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan Daerah “ (Yayasan
Obor Indonesia, Jakarta 2005)
§ Prapto Soepardi “Tindak Pidana Korupsi” (Usaha
Nasional, Oktober 1990, Jakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar