KULIAH BUKAN UNTUK MENCARI IJAZAH..TAPI, UNTUK BELAJAR

"Seribu Orang Tua Hanya Bisa Bermimpi. Tetapi seorang Pemuda Bisa Mengubah Dunia"

"Saat Kita Punya Sedikit saja rasa peduli akan SEKITAR. Disitu Kita telah Memperbaiki Kualitas Pendidikan Negara Kita"

(bernata manalu)

Rabu, 22 April 2015

INDONESIA MENANGIS-ANAK PAKKAT

TRADISI KORUPSI DERITA NEGERI “Sebuah kajian pengenalan korupsi, pandangan para ahli dan solusi”


Pendahuluan

Korupsi, kata yang satu ini agaknya tak lekang di makan zaman. Seolah bagai bunga yang tak pernah layu dan selalu segar, terlebih jika bahasan korupsi itu di di kultuskan kedalam bahasan bangsa kita, Indonesia.
Di berbagai belahan dunia, korupsi adalah musuh yang paling dianggap merusak. Di indonesia sendiri, akibat buruk dari adnya korupsi itu sendiri telah nampak adanya. Kesengsaraan, kemiskinan, dan lain sebagainya sebagai bentuk nyata dari adanya korupsi tadi.
Proklamator sekaligus mantan wakil presiden pertama, Mohammad Hatta dalam suatu kesempatan pernah mengatakan “korupsi telah membudaya di Indonesia”. Ungkapan ini setidaknya sebagai bentuk keprihatinan beliau tentang adanya korupsi yang seolah sudah mendarah daging.
Pada tahun 1990, Jenderal M.Jusuf sebagai ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyerahkan hasil pemeriksaan tahunan yang di lakukan BPK atas APBN 1988/1989 kepada ketua DPR. Dalam acara itu, beliau mengatakan bahwa lembaga yang dipimpinnya itu menemukan banyak penyimpangan-penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku dalam pemakaian dana pembangunan. Diantara laporannya itu seperti adanya kemacetan penanganan kredit yang macet, proyek pemerintah daerah yang tidak efektif, instansi-instansi yang melakukan pengeluaran yang tidak pada tempatnya dan lain sebaginya.[1]
Maka, seperti apa yang telah di paparkan diatas, pengistilahan korupsi tadi sepertii bunga yang selalu segar. Terbukti, walaupun pembahasan tentang korupsi itu sudah sedari dulu (salah satunya pada tahun 1990,  dan tidak menutup kemungkinan jauh sebelumnya) sampai pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membentuk KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagi tindakan tanggung jaqwab beliau tentang pemberantasan korupsi. Walau belum sepenuhnya menghasilkan pencerahan yang signifikan tentang kurupsi, namun usaha beliau patut mendapat apresiasi. Atau bisa dikatakan, usaha yang lebih baik dari pemimpin terdahulu.
Makalah ini tidak akan membahas tentang sejarah korupsi  dengan segala corak busuk dari dulu sampai sekarang, tapi yang akan di sajikan dalam makalah ini lebih kearah pengetehuan tentang korupsi, baik dari segi definisi, undang-undang, upaya penanggulangan dan teori tentang pemberantasan korupsi yang di paparkan para ahli hingga pada taraf solusi “kecil” sebagai bentuk sumbangsih.Walau kecil, semoga bermanfaat. Dan bukankah suatu yang basar dimulai dari yang terkecil terlebih dahulu?

Pembahasan

A.      Definisi dan pengertian korupsi
Istilah korupsi berasal dari bahasa belanda yang meminjam kata perancis yaitu “corrupteur”. Sedang kata aslinya berasal dari bahasa latin yaitu “corruptor”. Menurut pakar yang ahli bahasa latin,  korupsi berasal dari kata “corruptio” yang berarti pengrusakan, pemikatan atau penyuapan agar berbuat sesuatu yang tidak baik[2].
Korupsi dapat didefinisikan dalam arti hukum dan berdasarkan norma. Pada beberapa masyarakat kedua definisi itu dapat berbentuk pengertian yang serupa. Padahal, menurut hukum, korupsi adalah tingkah laku yang mengurus kepentingan diri sendiri dengan merugikan orang lain oleh pejabat pemerintah yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tungkah laku tersebut. Sedangkan menurut norma, pejabat pemerintah dapat dianggap korup, apakah hukum dilanggar atau tidak dalam proses. Orang yang korup menurut hukum dapat menimbulkan tindakan tercela yang tidak menurut norma. Orang yang dianggap korup oleh standar normatif dapat bersih menurut hukum[3].
Mengenai arti dan definisi korupsi, terdapat banyak sekali ragamnya yang di sajikan oleh para ahli hukum. Namun, dalam arti luas, korupsi berarti menggunakan jabatan untuk keuntungan pribadi. Jabatan adalah kedudukan kepercayaan yang di berikan kepada seseorang untuk bertindak atas nama lembaga baik lembaga pemerintahan ataupun lembaga swasta. Atau dapat di artikan juga dengan mengambil uang (memungut) bagi pelayanan yang seharusnya sudah tidak ada pungutan, atau menggunakan wewenag untuk mencapai suatu tujuan yang tidak sah secara hukum[4]. Apapun definisi yang di paparkan para pemuka hukum tentang pengertian korupsi, yang jelas adanya korupsi menimbulkan ketidak adilan dan ketimpangan.
Agar suatu tindakan dapat terlebih dahulu terbaca, dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi, para ahli hukum mengungkapkan beberapa ciri-ciri agar suatu tindak kejahatn itu bisa di golongkan kedalam korupsi atau tidak. Diantara ciri-cirinya adalah :
·         Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang, hal ini tidak sama dengan kasus penipuan atau pencurian.
·         Korupsi pada umumnya melibatkan keserba rahasiaan atau bersikap tertutup. Jadi, motip korupsi tetap terjaga kerahasiaannya.
·         Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan kepercayaan.
·         Yang terlibat korupsi adalah orang-orang yang menginginkan keputusan secara tagas dan yang mampu mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
·         Yang mempraktekan korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum.
·         Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan dan biasanya pada badan publik atau yang melayani kepentingan masyarakat umum.
·         Suatu tindakan korupsi jelas melanggar norma tugas dan tanggung jawab dalam tatanan masyarakat yang didasarkan dapa niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum dibawah kepentingan khusus[5].

B.      Sebab-sebab terjadinya korupsi di indonesia
Sebagai sebuah tindakan hukum, tentu saja adanya korupsi tidak serta merta dilakukan begitu saja oleh pelakunya, pasti didasari oleh faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tidakan korupsi. Sesungguhnya banyak sekali sebab yang mendorong seseorang untuk berbuat tindakan korupsi, namun pada tulisan ini tidak seluruh sebab tersebut kami tulis. Hanya sebab-sebab yang berpeluang besar dan yang dianggap sebagai sebab yang inti saja yang akan di paparkan, diantaranya :
·         Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan inspirasi yang dapat mempengaruhi tingkah laku bawahannya.
·         Kurang maksimalnya pengaruh pendidikan terhadap warga nagara, sehingga nilai-nilai positif dari pendidikan itu sendiri seolah seolah hilang.
·         Kemiskinan yang bersifat struktural.
·         Struktur pemerintahan yang lunak dan mengesankan berpihak pada satu golongan tertentu.
·         Penegakan dan sanksi hukum yang lemah.
·         Pemahaman ajaran agama dan etika yang semekin melemah.
·         Kondisi masyarakat, karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberi cerminan keadaan masyarakat secara keseluruhan[6].
Dari sekian sebab yang di ketengahkan, setidaknya penulis dapat mempriotritaskan sebab mana saja yang berpotensi paling besar untuk memunculkan korupsi. Sebab yang potensial itu adalah :
ü  Lemahnya aparat penegak hukum.
Hukum adalah patokan yang paling berpengaruh, bahkan pengaruhnya amat sangat dominan. Dan kelemahan yang ada pada negri ini bisa dilihat dari lemahnya sanksi terhadap tidak pidana korupsi. Kelemahan itu, bisa bersumber dari perangkat hukum selaku yang menangani atau juag bisa dari segi hukuman yang terkesan ringan dan tidak menimbulan efek jera. Jika kelemahan itu berasal dari sanksinya, maka tidak ada salahnya mengganti sanksi yang sudah ada dengan sanksi yang lebih baik. Misal  pengadaan hukuman mati, seperti pancung, tembak mati, gantung atau lainnya.
ü  Pengaruh ajaran agama dan etika yang kurang di pahami oleh warga negara.
Entah siapa yang patut disalahkan, namun kenyataannya bahwa warga negara ini yang dikenal sebagai negara yang didominasi oleh muslim dan memiliki budaya ketimuran secara bertahap mengalami kemunduran.
ü  Pendidikan yang seolah tidak berpengaruh pada perilaku pelaku korupsi.
seperti yang sudah dimaklumi, plaku tindakan korupsi adalah bukan sembarang oarang, mereka adalah para sarjana di bidangnya yang seharusnya dengan gelar akademik yang disandang menjadikan lebih beretika. Namun sayangnya etika itu seolah dilepas tanpa bekas yang menyebabkanya buas mengambil barang yang bukan haknya.

C.      Undang-undang tindak pidana korupsi
Pembentuk undang-undang telah menciptakan dan merumuskan tentang apa yang dinamakan tindak pidana korupsi sebagaimana yang terdapat dalam pasal (1) ayat (1) dan (2) undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Yang bunyinya sebagai berikut :
Pasal 1
Dihukum karena tindak pidana korupsi adalah :
Ayat (1)
a)      Barang siapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu bada, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negar, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
b)      Barang siapa dengantujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu badan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya  karena jabatan atau kedudukan, secara langsung atau tidak alangsung dapayt merugikan keuangan nagara atau perekonomian negara.
c)      Barang siapa melakuakan tindakan kejahatan tercantum dalam pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435 KUHP.
d)      Barang siapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri seperti yang dimaksud dalam pasal 2dengan mengingat suatu kekuasaan atau suatu wewenang yang melakat pada jabatannya atau keduukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu.
e)      Barang siapa tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya, seperti yang tersebut dalam pasal  418, 419, dan 420 KUHP tidak melaporkan pemberian atau janji kepad yang berwajib.
Ayat (2)
Barang siapa melakukan percobaan atau pemufakatan untuk melakukan tindak pidana tersebut dalam ayat (1) a,b,c,d,e pasal ini.[7]
Dari undang-undang  No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi  yang telah disebutkan diatas, nampak bahwa segala yang sesuai dengan kriteria pasal (1) ayat (1) dari “a“ sampai “e” dan ayat (2) adalah kategori tindak  pidana korupsi  yang sanksinya telah ditentukan dalam KUHP sesuai dengan pasalnya.
D.     Mamarangi korupsi dan solusinya
Sedari dulu, korupsi adalah musuh nyata bagi sebuah negara, apalagi negara berkembang seperti indonesia. Hal ini tentu saja mengundang banyak perhatian yang geram dengan geliat korupsi yang terkesan tidak pernah surut dimakan zaman. Berbagai penanggulangan dengan sederet solusi yang ditawarkan pun berhamburan keluar dari hasil pemikiran para ahli hukum. Namun, seolah adanya korupsi ini adalah sebuah benteng baja yang amat kuat dan susah diruntuhkan. Susah bukan berarti tak bisa, karenanya langkah-langkah dibawah ini yang di nukil dari para ahli dan sarjana hukum patut dicoba. Langkah-langkah tersebut adalah :
·         Membumi hanguskan budaya kebal hukum
Sikap aparat penegak hukum yang terkesan pilah-pilih dalam ketegasan menegakkan supermasi hukum nampaknya perlu diluruskan. Karena bagai manapun, akibat budaya ini_budaya kebal hukum pada golongan tertentu_ membuat warga masyarakat menjadi putus asa dan bersikap pasrah[8]. Dan pada puncaknya akan menjadikan masyarakat tidak lagi mempercayai aparat penegak hukum. jika kepercayaan itu sudah berubah menjadi ketidak percayaan, maka pada gilirannya tindakan anarkis pun tak akan dapat di bendung.
·         Mengadakan perubahan
Langkah ini amatlah penting, karena bagaimana pun perubahan adalah hal yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya dan dirasa perlu jika suatu tatanan yang lama sudah tidak layak dan mempunyai banyak celah dan berpotensi  dijadikan peluang oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Perubahan disini bukan hanya perubahan tatanan hukumnya saja, tapi tidak menutup kemungkinan para perangkat penegak hukum yang dinilai “sudah tidak layak” pun patut diadakan perubahan. Karena sanksi tidak pidana koruspsi yang dinilai lemah dan tidak memiliki efek  jera hanya akan menjadikan korupsi tetap tumbuh subur . maka tidaka ada salahnya “mencoba” merubah sanksi tindak pidana korupsi  dengan pidana mati, baik tembak mati, gantung atau pun hukuman pancung.
·         Menyeret “koruptor kakap“ kedepan pengadilan
Untuk membasmi budaya korupsi, pengalaman menunjukkan perlu sekali menyeret koruptor kakap kedepan pengadilan. Koruptor besar harus diumumkan namanya dan dihukum, sehingga warga yang sudah tidak percayakembali percaya, bahwa gerakan anti korupsi  yang dilancarkan bak sekdar hiasan bibir semata[9].
·         Mengembalikan nilai luhur agama dan etika
Yang patut diperhatikan juga adalah mengembalikan kembali masyarakat yang seolah sudah jauh dari nilai luhur agama yang mereka peluk dan etika ketimuran yang sopan santun yang sedikit demi sedikit memudar. Ini penting adanya dan sudah selayaknya menjadi “PR” bersama segenap lapisan lapisan warga indonesia.
Penutup
Sejak peradaban manusia mengenal benda-benda untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, korupsi telah ada. Pada masa lampau, korupsi dilakukan dengan cara yang sederhan. Kini, dalam perkembangan budaya yang makin maju,para koruptor melakukan dengan cara yang lebih rapih dan terorganisir. Hal ini sejalan dengan meningkatnya ilmu pengetahuan manusia. Namun demikian, sebagi warga negara indonesi, tentunya kita berupaya untuk mewujudkan kemakmuran ekonomi berdasrkan rasa keadilan sosial, sebagai mana yang telah diamanatkan oleh undang-undang dasar 1945 dan pancasila. Dan doa penuh harap pun terucap, “semoga jalan kearah situ dapat terwujud dengan penuh rasa aman dan tenteram”.




DAFTAR PUSTAKA

§  Mukhtar Lubis dan James  “Korupsi Plitik” (Buku Obor, Jakarta 1993)
§  Ilham Gunawan “Postur Korupsi Di Indonesia” (Angkasa, juni 1990 jakarta)
§  Robert Klitgaard Ronald Maclean-Abaroa H. Lindsey Parris “Penuntun Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan Daerah “ (Yayasan Obor Indonesia,  Jakarta 2005)
§  Prapto Soepardi “Tindak Pidana Korupsi” (Usaha Nasional, Oktober 1990, Jakarta)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar