1. Pengertian
Pecinta Alam sering di identikkan dengan seseorangmanusia
yang suka berpetualang di alam terbuka baik Gunung, Rimba, Gua, dan Laut
(Bahari) dengan kemampuan fisik, mental,pengetahuan dan peralatan yang memadai.
Soe
Hok Gie
|
Konsep Pecinta Alam , pertama kalidicetuskan oleh Soe Hok
Gie pada tahun 1964. Latar belakang pencetusannya disebabkan oleh
pembungkaman rezim Sukarno atas berbagai gerakan mahasiswa. Gie berpendapat
bahwa untuk melakukan perlawanan terhadap rezim pada saat itu diperlukan
pergerakan perlawanan yang murni berasal dari pergerakan rakyat. pergerakan
tanpa intervensi maupun terlepas dari simbol-simbol militer ( doktrin
militer). Salah satu bentuk Perlawanan ini adalah dengan “berpetualang”.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk patriotisme terhadap bangsa dan negara agar
dapat mengenal lebih dekat alam raya dan masyarakat indonesia. Secara kritis,
Dalam buku “catatan Seorang Demonstran” Gie mangatakan:
"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia - manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi ( kemunafikan ) dan slogan - slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung." ( Soe Hok Gie ).
Catatan inilah yang selanjutnya menginspirasi dan menggerakan hati para mahasiswa dan masyarakat untuk melakukan pergerakan dengan cara berpetualang.
Sejak saat itu demam kelompok yang mengatasnamakan
pecinta alam mengalami perkembangan pesat baik tingkatan umum maupun tingkatan
mahasiswa (MAPALA). Untuk menyatukan visi kepecintaalaman pada tahun 1974,
padaacara Gladian ke – IV, bertempat di Ujung Pandang (Sekarang Makassar) disusun
dan disahkanlah kode etik pecinta alam.
2. Cita-Cita Dasar Pecinta Alam
Cita-cita dasar pecinta alam dapat dimaknai sebagai
sesuatu yang padu untuk dilaksanakan atas nama alam, manusia, dan Tuhan. Hal
ini dapat dilihat pada deretan bait-bait kode etik pecinta alam yakni:
KODE ETIK PECINTA ALAM INDONESIA
=> Pecinta alam Indonesia sadar bahwa alam dan isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
=> Pecinta alam Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawabnya terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air
=> Pecinta alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam sebagai makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
Sesuai dengan hakekat di atas, kami dengan kesadaran menyatakan :
1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber daya alam sesuai dengan kebutuhannya
3. Mengabdi kepada bangsa dan tanah air
4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya
5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas pecinta alam
6. Berusaha saling membantu dan saling menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air
7. Selesai
Kode etik inilah yang selanjutnya mengatur interaksi manusia kepada alam dan Tuhan-Nya. Kode etik ini pulalah yang menjadi pemersatu gerakan yang mengusung konsep dan ide “Gie”.
3. Realitas Merusak Alam (Membuang Sampah
digunung)
Selanjutnya berbicara tentang aktualisasi makna kode etik
pecinta alam, sedikit reduksi makna secara tidak sadar semakin marak merasuk
kejiwa oknum pecinta alam. beberapa dekade terakhir terjadi kontradiksi antara
Cita-cita dasar pecinta alam yang termaktub dalam kode etik pecinta alam dan
realitas interaksi oknum pecinta alam yang ada. Interaksi manusia kepada alam
tidak dipandang sebagai simbiosis mutualisme tetapi lebih jauh dipandang
sebagai bentuk eksploitasi oknum pecinta alam atas keindahan alam. Betapa
tidak, semakin maraknya sejumlah pecinta alam yang melakukan kegiatan-kegiatan
di alam (Pendakian) tidak memperhatikan sampah dan ke Alami-an tempat yang
dikunjunginya. Beberapa oknum pecinta alam membiarkan sampah plastik makanan
dan minumannya mengotori pegunungan yang dikunjunginya. Ketika melihat hal ini,
Alam dipandang sebagai obyek yang tidak perlu untuk dipikirkan “ perasaan-nya”.
Mereka hanya mengutamakan keakuannya malalui simbol-simbol dan praktek-praktek
perusakan bentuk alami dari alam ( Coretan-coretan Pada Batu dan Batang Pohon).
Mungkin masalah ini sudah klasik untuk dibicarakan, tetapi hal ini justru
mereduksi makna kode etik pecinta alam dari makna yang sebenarnya. Makna yang
menunjukan hubungan Harmoni antara Alam, Manusia dan Tuhan.
Sisi lain bentuk kecintaannya kepada alam lebih banyak
dipersepsikan sebagai kemampuan untuk mencapai puncak tertinggi gunung yang
didakinya atau kemampuan menuntaskan tantangan. Puncak kecintaannya tidak
dilekatkan pada kasih sayang kepada alam atau sejauh mana memikirkan
keberlanjutan dari alam itu sendiri. tetapi lebih banyak pada pemuasan nafsu
yang dibalut dalam kata “ Hoby mendaki”. Ironi, tapi itulah yang sedikit
terjadi pada beberapa oknum pecinta alam. Padahal kampanye “ Gunung bukan
tempat sampah” sudah sedikit massif dikampanyekan beberapa waktu terakhir.
Namun masih saja ada beberapa Oknum yang tidak memaknai kata “ cinta “ itu
sebagai ungkapan yang bermakna persahabatan antara alam dan manusia sebagai
satu kesatuan yang padu dan harmoni. Dalam kata lain alam juga memiliki
“perasaan” yang sama dengan manusia yang mengunjunginya.
Melihat realitas ini sudah sepatutnya kode etik pecinta
alam tidak dipandang sebagai slogan klasik atau tulisan usang belaka, tetapi
lebih jauh diterjemahkan sebagai tindakan wajib dan penjiwaan penuh
atas hubungan manusia kepada alam untuk saling melengkapi dalam menerjemahkan
teks-teks kebesaran Tuhan. Jika hal ini dapat dilakukan, maka makna
“Cinta” dalam kata “pecinta alam”, mampu menjelaskan bentuk kasih sayang manusia
kepada alam sebagai hubungan padu dan harmoni antara keduanya ketika
menjelaskan kebesaran Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar