KULIAH BUKAN UNTUK MENCARI IJAZAH..TAPI, UNTUK BELAJAR

"Seribu Orang Tua Hanya Bisa Bermimpi. Tetapi seorang Pemuda Bisa Mengubah Dunia"

"Saat Kita Punya Sedikit saja rasa peduli akan SEKITAR. Disitu Kita telah Memperbaiki Kualitas Pendidikan Negara Kita"

(bernata manalu)

Minggu, 22 Februari 2015

Pecinta Alam-Pakkat Auternum

1.  Pengertian
Pecinta Alam sering di identikkan dengan seseorangmanusia yang suka berpetualang di alam terbuka baik Gunung, Rimba, Gua, dan Laut (Bahari) dengan kemampuan fisik, mental,pengetahuan dan peralatan yang memadai.
http://4.bp.blogspot.com/-4BP-o87gzfM/UZBxBYaPxwI/AAAAAAAAAPo/xuJyeSFHQPk/s1600/gie.jpg
Soe Hok Gie
Konsep Pecinta Alam , pertama kalidicetuskan oleh Soe Hok Gie pada tahun 1964. Latar belakang pencetusannya disebabkan oleh pembungkaman rezim Sukarno atas berbagai gerakan mahasiswa. Gie berpendapat bahwa untuk melakukan perlawanan terhadap rezim pada saat itu diperlukan pergerakan perlawanan yang murni berasal dari pergerakan rakyat. pergerakan tanpa intervensi maupun terlepas dari simbol-simbol militer ( doktrin militer). Salah satu bentuk Perlawanan ini adalah dengan “berpetualang”. Hal ini dilakukan sebagai bentuk patriotisme terhadap bangsa dan negara agar dapat mengenal lebih dekat alam raya dan masyarakat indonesia. Secara kritis, Dalam buku “catatan Seorang Demonstran” Gie mangatakan:

"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia - manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi ( kemunafikan ) dan slogan - slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung." ( Soe Hok Gie ).

Catatan inilah yang selanjutnya menginspirasi dan menggerakan hati para mahasiswa dan masyarakat untuk melakukan pergerakan dengan cara berpetualang.
Sejak saat itu demam kelompok yang mengatasnamakan pecinta alam mengalami perkembangan pesat baik tingkatan umum maupun tingkatan mahasiswa (MAPALA). Untuk menyatukan visi kepecintaalaman pada tahun 1974, padaacara Gladian ke – IV, bertempat di Ujung Pandang (Sekarang Makassar) disusun dan disahkanlah kode etik pecinta alam.


2.  Cita-Cita Dasar Pecinta Alam
Cita-cita dasar pecinta alam dapat dimaknai sebagai sesuatu yang padu untuk dilaksanakan atas nama alam, manusia, dan Tuhan. Hal ini dapat dilihat pada deretan bait-bait kode etik pecinta alam yakni:

KODE ETIK PECINTA ALAM INDONESIA 
 

=> Pecinta alam Indonesia sadar bahwa alam dan isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa 
=> Pecinta alam Indonesia sebagai bagian dari masyarakat  Indonesia sadar akan tanggung jawabnya terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air
 
=> Pecinta alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam sebagai makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa
.

Sesuai dengan hakekat di atas, kami dengan kesadaran menyatakan :
 

1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa
 
2. Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber daya alam sesuai dengan kebutuhannya

3. 
Mengabdi kepada bangsa dan tanah air 
4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya
 
5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas pecinta alam

6. Berusaha saling membantu dan saling menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air 
7. Selesai

Kode etik inilah yang selanjutnya mengatur interaksi manusia kepada alam dan Tuhan-Nya. Kode etik ini pulalah yang menjadi pemersatu gerakan yang mengusung konsep dan ide “Gie”.

3.  Realitas Merusak Alam (Membuang Sampah digunung)

Selanjutnya berbicara tentang aktualisasi makna kode etik pecinta alam, sedikit reduksi makna secara tidak sadar semakin marak merasuk kejiwa oknum pecinta alam. beberapa dekade terakhir terjadi kontradiksi antara Cita-cita dasar pecinta alam yang termaktub dalam kode etik pecinta alam dan realitas interaksi oknum pecinta alam yang ada. Interaksi manusia kepada alam tidak dipandang sebagai simbiosis mutualisme tetapi lebih jauh dipandang sebagai bentuk eksploitasi oknum pecinta alam atas keindahan alam. Betapa tidak, semakin maraknya sejumlah pecinta alam yang melakukan kegiatan-kegiatan di alam (Pendakian) tidak memperhatikan sampah dan ke Alami-an tempat yang dikunjunginya. Beberapa oknum pecinta alam membiarkan sampah plastik makanan dan minumannya mengotori pegunungan yang dikunjunginya. Ketika melihat hal ini, Alam dipandang sebagai obyek yang tidak perlu untuk dipikirkan “ perasaan-nya”. Mereka hanya mengutamakan keakuannya malalui simbol-simbol dan praktek-praktek perusakan bentuk alami dari alam ( Coretan-coretan Pada Batu dan Batang Pohon). Mungkin masalah ini sudah klasik untuk dibicarakan, tetapi hal ini justru mereduksi makna kode etik pecinta alam dari makna yang sebenarnya. Makna yang menunjukan hubungan Harmoni antara Alam, Manusia dan Tuhan.
Sisi lain bentuk kecintaannya kepada alam lebih banyak dipersepsikan sebagai kemampuan untuk mencapai puncak tertinggi gunung yang didakinya atau kemampuan menuntaskan tantangan. Puncak kecintaannya tidak dilekatkan pada kasih sayang kepada alam atau sejauh mana memikirkan keberlanjutan dari alam itu sendiri. tetapi lebih banyak pada pemuasan nafsu yang dibalut dalam kata “ Hoby mendaki”. Ironi, tapi itulah yang sedikit terjadi pada beberapa oknum pecinta alam. Padahal kampanye “ Gunung bukan tempat sampah” sudah sedikit massif dikampanyekan beberapa waktu terakhir. Namun masih saja ada beberapa Oknum yang tidak memaknai kata “ cinta “ itu sebagai ungkapan yang bermakna persahabatan antara alam dan manusia sebagai satu kesatuan yang padu dan harmoni. Dalam kata lain alam juga memiliki “perasaan” yang sama dengan manusia yang mengunjunginya.

Melihat realitas ini sudah sepatutnya kode etik pecinta alam tidak dipandang sebagai slogan klasik atau tulisan usang belaka, tetapi lebih jauh diterjemahkan sebagai tindakan wajib dan  penjiwaan penuh atas hubungan manusia kepada alam untuk saling melengkapi dalam menerjemahkan teks-teks kebesaran Tuhan.  Jika hal ini dapat dilakukan, maka makna “Cinta” dalam kata “pecinta alam”, mampu menjelaskan bentuk kasih sayang manusia kepada alam sebagai hubungan padu dan harmoni antara keduanya ketika menjelaskan kebesaran Tuhan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar