Gerakan sosial (social movement) pada dasarnya merupakan
suatu upaya kolektif untuk mengejar suatu kepentingan bersama atau mencapai
tujuan bersama melalui tindakan kolektif (collective action). Sidney Tarrow
menempatkan gerakan sosial sebagai politik perlawanan yang terjadi ketika
rakyat biasa yang bergabung dengan kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh
menggalang kekuatan untuk melawan para elit, pemegang otoritas dan pihak-pihak
lawan lainnya.6 Gerakan sosial lahir dari adanya masalah sosial (social
problem) dan untuk memecahkannya masyarakat secara gigih melibatkan diri dalam
collective action. Orientasi gerakan sosial adalah terciptanya tatanan yang
lebih berkeadilan sosial melalui perubahan sosial dari yang semula sarat dengan
eksploitasi menuju keseimbangan yang relatif bisa memuaskan semua komponen.8
Sementara itu, istilah Gerakan Sosial Baru (GSB) atau New Social Movement
merupakan fenomena gerakan sosial yang berkembang sejak pertengahan tahun
1960-an. GSB sebagai perkembangan dari konsep gerakan sosial hadir untuk
mengoreksi prinsip-prinsip, strategi, aksi ataupun pilihan ideologis yang
digunakan Gerakan Sosial Lama (GSL) atau Old Social Movement. Jika GSL
dicirikan dengan tujuan ekonomis-material sebagaimana tercermin dari.
gerakan kaum buruh, maka GSB menghindari pilihan ini dan
menetapkan tujuan-tujuan non-ekonomis material. GSB lebih menekankan pada
perubahan-perubahan gaya hidup dan kebudayaan daripada mendorong perubahan
spesifik dalam kebijakan publik atau perubahan ekonomi. Meskipun demikian,
keduanya pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama, yakni keinginan untuk
mewujudkan perubahan sosial.
Ciri umum dari GSB dikemukakan oleh Rajendra Singh, yakni:10
Pertama, GSB menaruh konsepsi ideologis mereka pada asumsi bahwa masyarakat
sipil tengah meluruh, ruang sosialnya mengalami penciutan dan aspek masyarakat
sipil tengah digerogoti oleh kemampuan kontrol negara. Karenanya, GSB
membangkitkan isu “pertahanan diri” komunitas dan masyarakat guna melawan
meningkatnya ekspansi aparatus negara.
Kedua, secara radikal GSB mengubah paradigma Marxis yang menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah “kelas” dan konflik kelas. Marxis memandang semua bentuk perjuangan sebagai perjuangan kelas dan semua bentuk pengelompokan manusia sebagai pengelompokan kelas. Padahal sejatinya, banyak perjuangan kontemporer bukanlah perjuangan kelas dan bukan cerminan dari sebuah gerakan kelas. Selain itu, GSB menolak paradigma kelas dan memiliki komitmen yang melintasi paradigma kelas dan melampaui ketidakmampuan penjelasan materialistik Marxis.
Kedua, secara radikal GSB mengubah paradigma Marxis yang menjelaskan konflik dan kontradiksi dalam istilah “kelas” dan konflik kelas. Marxis memandang semua bentuk perjuangan sebagai perjuangan kelas dan semua bentuk pengelompokan manusia sebagai pengelompokan kelas. Padahal sejatinya, banyak perjuangan kontemporer bukanlah perjuangan kelas dan bukan cerminan dari sebuah gerakan kelas. Selain itu, GSB menolak paradigma kelas dan memiliki komitmen yang melintasi paradigma kelas dan melampaui ketidakmampuan penjelasan materialistik Marxis.
Ketiga, mengingat latar belakang kelas tidak menentukan
identitas aktor ataupun penopang aksi kolektif, GSB pada umumnya mengabaikan
model organisasi serikat buruh dan model politik kepartaian. GSB secara umum
merespon isu-isu sehubungan demoralisasi struktur kehidupan sehari-hari dan
memusatkan perhatian pada bentuk-bentuk komunikasi dan identitas sosial.
Keempat, berbeda dengan GSL, struktur GSB didefinisikan oleh pluralitas
cita-cita, tujuan, kehendak, orientasi, dan oleh heterogenitas basis sosial.
Bentuk-bentuk aksi dan gerakan sosial menjadi plural, menapaki banyak jalur,
mencita-citakan beragam tujuan dan menyuarakan aneka kepentingan.
Lebih lanjut, Auda menyatakan bahwa GSB selalu menentang
status quo, mereka antisistem, menyerukan dan memadukan tuntutan akan perubahan
tatanan sosial, politik dan atau ekonomi.11 Senada dengan itu, Cohen juga
menekankan tema tantangan terhadap status quo dalam GSB.12 Menurutnya, GSB
berusaha untuk membangun identitas sosial baru, menciptakan ruang demokrasi
bagi aksi sosial yang otonom dan menafsirkan kembali norma dan membentuk ulang
lembaga-lembaga.
Munculnya sebuah gerakan sosial sebagai sebuah kekuatan
dalam rangka untuk melakukan perubahan tidak terlepas dari posisi strategis
dari sekelompok kekuatan sosial yang menjadi pioner dari sebuah gerakan atau
disebut sebagai aktor gerakan. Adapun aktor GSB berasal dari berbagai basis
sosial yang melintasi kategori-kategori sosial seperti gender, pendidikan,
okupasi dan kelas. Aktor GSB tidak terkotakkan pada penggolongan tertentu
seperti kaum proletar, petani dan buruh, sebagaimana aktor-aktor pada GSL yang
biasanya hanya melibatkan kaum marginal dan teralienasi.
Dalam konteks penelitian ini, didasarkan uraian yang telah
dikemukakan di atas, gerakan people power sejatinya dapat dikategorikan sebagai
GSB. Untuk itu, konsep GSB dioperasionalisasikan sebagai kerangka untuk
menjelaskan gerakan people power yang terjadi di Mesir sebagai wujud GSB
berdasarkan identifikasi tujuan, ciri dan karakteristik yang telah diuraikan.
Pada hakikatnya, people power adalah kekuatan rakyat yang biasanya digunakan
untuk melakukan perubahan dengan menjatuhkan rezim yang ada, untuk digantikan
dengan rezim yang baru.16 Perubahan dengan kekuatan rakyat ini bisa untuk
tujuan reformasi maupun revolusi, baik untuk mengubah sebagian sistem yang ada,
maupun mengubah seluruh sistem dengan sistem yang berbeda.
Dalam konteks Mesir, gerakan people power disebut sebagai
GSB karena tuntutan gerakan tersebut tidak hanya perihal tujuan ekonomi semata,
menyangkut kemiskinan, kesenjangan ekonomi serta pengangguran. Namun lebih
daripada itu, gerakan people power di Mesir menuntut juga keadilan sosial,
pemenuhan hak-hak asasi manusia yang selama ini dikekang, hak-hak sipil berupa
kebebasan berbicara dan berekspresi, hak-hak politik seperti partisipasi dalam
politik dan aktivitas politik. Semua tuntutan tersebut pada dasarnya bermuara
pada satu tujuan yakni kehidupan yang lebih baik sebagaimana terkandung dalam
sistem demokrasi.
Selain itu, aktor gerakan people power yang terjadi di Mesir berasal dari beragam elemen masyarakat mulai dari rakyat biasa, buruh, kaum terpelajar, usahawan, politisi, kelompok oposisi, militer, agamawan sampai pada kelompok agama. Jika dilihat dari spektrum warna ideologis, gerakan people power dapat dianalogikan sebagai koalisi bianglala.17 Disebut bianglala karena koalisi itu terdiri dari banyak kekuatan dari berbagai strata atau kelompok masyarakat yang terkoordinasi dalam satu tujuan yakni menentang status quo rezim Mubarak dan demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Tidak hanya itu, gerakan people power sebagai bentuk GSB juga dapat dilihat dari peran besar internet dan situs jejaring sosial (social networking) seperti Facebook dan Twitter. Kedua media sosial tersebut telah berperan dalam mengoordinasikan gerakan dan menggalang kekuatan rakyat dalam melakukan demonstrasi dan revolusi.
Selain itu, aktor gerakan people power yang terjadi di Mesir berasal dari beragam elemen masyarakat mulai dari rakyat biasa, buruh, kaum terpelajar, usahawan, politisi, kelompok oposisi, militer, agamawan sampai pada kelompok agama. Jika dilihat dari spektrum warna ideologis, gerakan people power dapat dianalogikan sebagai koalisi bianglala.17 Disebut bianglala karena koalisi itu terdiri dari banyak kekuatan dari berbagai strata atau kelompok masyarakat yang terkoordinasi dalam satu tujuan yakni menentang status quo rezim Mubarak dan demi terwujudnya kehidupan yang lebih baik. Tidak hanya itu, gerakan people power sebagai bentuk GSB juga dapat dilihat dari peran besar internet dan situs jejaring sosial (social networking) seperti Facebook dan Twitter. Kedua media sosial tersebut telah berperan dalam mengoordinasikan gerakan dan menggalang kekuatan rakyat dalam melakukan demonstrasi dan revolusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar